Rabu, 29 September 2021

3.2.a.9. Koneksi Antar Materi - Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya

CGP Angkatan-2 Kabupaten Lombok Barat

Makripuddiin. S. Pd.

SMAN 1 Kuripan


assalamualaikum.wr.wb.kth.
Apa sahabat blogger semoga anda selalu dirahmati oleh Allah SWT amiin, jumpa lagi di blog sederhana Manusia Adalah teman. Pada kesempatan kali ini ijinkan admin berbagi terkait tugas pelatihan guru penggerak. Adapun tugas yang dapat admin bagikan yaitu tugas modul 3.2.a.9 Koneksi Antar Materi Modul 3.2 Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya.

Guru Penggerak merupakan episode kelima dari rangkaian kebijakan Merdeka Belajar yang diluncurkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dan dijalankan melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK). Program Guru Penggerak ini bertujuan untuk menyiapkan para pemimpin pendidikan Indonesia masa depan, mampu mendorong tumbuh kembang murid secara holistik, aktif dan proaktif dalam mengembangkan guru di sekitarnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada murid, serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil Pelajar Pancasila.

Sebagai seorang pemimpin baik di kelas maupun di sekolah, kita harus mampu mengidentifikasi dan mengelola segala sumber daya (aset) yang dimiliki oleh sekolah untuk dapat dijadikan sebagai keunggulan sekolah dalam rangka mendukung perwujudan visi dan misi sekolah.

Sekolah sebagai sebuah ekosistem adalah sebuah bentuk interaksi antara faktor biotik (unsur yang hidup) dan abiotik (unsur yang tidak hidup). Kedua unsur ini saling berinteraksi satu sama lainnya sehingga mampu menciptakan hubungan yang selaras dan harmonis. Dalam ekosistem sekolah, faktor-faktor biotik akan saling memengaruhi dan membutuhkan keterlibatan aktif satu sama lainnya. 

Faktor-faktor biotik yang ada dalam ekosistem sekolah antara lain sebagai berikut.
  1. Murid
  2. Kepala Sekolah
  3. Guru
  4. Staf/Tenaga Kependidikan
  5. Pengawas Sekolah
  6. Orang Tua
  7. Masyarakat sekitar sekolah
Selain faktor-faktor biotik yang sudah disebutkan, faktor-faktor abiotik yang juga berperan aktif dalam menunjang keberhasilan proses pembelajaran. Faktor abiotik yang ada dalam ekosistem sekolah antara lain sebagai berikut.
  1. Keuangan
  2. Sarana dan prasarana
Dalam rangka mewujudkan pembelajaran yang berpihak pada murid, sekolah akan berhasil jika mampu memandang segala aset (sumber daya) yang dimiliki sebagai sebuah keunggulan bukan memandang sebagai sebuah kekurangan. Sekolah akan berfokus pada pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya yang dimiliki tanpa lebih banyak memikirkan pada sisi kekurangan yang ada. Dalam pengelolaan sumber daya yang dimiliki oleh sekolah ada 2 pendekatan yang dapat dilakukan yaitu:
  1. Pendekatan berbasis kekurangan/masalah (Deficit-Based Thinking). Pendekatan ini akan memusatkan perhatian kita pada apa yang mengganggu, apa yang kurang, dan apa yang tidak bekerja. Segala sesuatunya akan dilihat dengan cara pandang negatif. Kita harus bisa mengatasi semua kekurangan atau yang menghalangi tercapainya kesuksesan yang ingin diraih. Semakin lama, secara tidak sadar kita menjadi seseorang yang terbiasa untuk merasa tidak nyaman dan curiga yang ternyata dapat menjadikan kita buta terhadap potensi dan peluang yang ada di sekitar.
  2. Pendekatan berbasis aset (Asset-Based Thinking) adalah sebuah konsep yang dikembangkan oleh Dr. Kathryn Cramer, seorang ahli psikologi yang menekuni kekuatan berpikir positif untuk pengembangan diri. Pendekatan ini merupakan cara praktis menemukan dan mengenali hal-hal yang positif dalam kehidupan, dengan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berpikir, kita diajak untuk memusatkan perhatian pada apa yang bekerja, yang menjadi inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif.  

Berikut perbedaan antara pendekatan berbasis kekurangan dengan pendekatan berbasis aset.


Dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya sebaiknya sekolah lebih menekankan pada pendekatan berbasis aset. Selanjutnya pendekatan ini lebih dikenal dengan Pendekatan Komunitas Berbasis Aset (PKBA).  

Pendekatan PKBA menekankan dan mendorong komunitas untuk dapat memberdayakan aset yang dimilikinya serta membangun keterkaitan dari aset-aset tersebut agar menjadi lebih berdaya guna. Pendekatan PKBA menekankan kepada kemandirian dari suatu komunitas untuk dapat menyelesaikan tantangan yang dihadapinya dengan bermodalkan kekuatan dan potensi yang ada di dalam diri mereka sendiri, dengan demikian hasil yang diharapkan akan lebih berkelanjutan. Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset berfokus pada potensi aset/sumber daya yang dimiliki oleh sebuah komunitas. Selama ini komunitas sibuk pada strategi mencari pemecahan pada masalah yang sedang dihadapi. Pendekatan PKBA merupakan pendekatan yang digerakkan oleh seluruh pihak yang ada di dalam sebuah komunitas atau disebut sebagai community-driven development.

Menurut Green dan Haines (2002) dalam bukunya yang berjudul Asset Building and Community Development, ada 7 aset utama atau di dalam buku ini disebut sebagai modal utama, yaitu:
Modal Manusia, Modal Sosial, Modal Fisik, Modal Lingkungan/Alam, Modal Finansial, Modal Politik, serta Modal Agama dan Budaya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemimpin dalam pengelolaan sumber daya merupakan sebuah kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin dalam mengelola dan memanfaatkan berbagai aset-aset yang dimiliki oleh sekolahnya dalam rangka mewujudkan visi dan misi sekolah untuk mencapai peningkatan mutu pendidikan di sekolah dan mewujudkan pembelajaran yang berpihak pada murid.

Untuk dapat mengimplementasikan modul pemimpin dalam pengelolaan sumber daya di kelas, sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah, maka seorang pemimpin harus mampu bersinergi dengan semua pihak yang ada di sekolah baik dewan guru, staff, siswa, orang tua siswa, dan juga masyarakat sekitar sekolah untuk dapat secara bersama-sama menginventarisir/memetakan segala sumber daya (aset) yang dimiliki sekolah dan menjadikan segala aset tersebut sebagai kekuatan yang dimiliki oleh sekolah untuk dikelola dan dimanfaatkan dalam rangka meningkatkan mutu sekolah. 

Salah satu aset yang paling utama yang dimiliki sekolah yaitu modal manusia. Jika modal manusia ini mampu dimanfaatkan dan dikelola dengan baik maka mutu pendidikan di sekolah akan meningkat. Seorang pemimpin sekolah harus mampu menggerakkan guru-guru yang ada di sekolah untuk dapat melaksanakan pembelajaran yang aktif, kreatif, menyenangkan, dan juga pembelajaran berdiferensiasi, sehingga pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru lebih berpihak pada murid. Dengan sekolah mampu mewujudkan pembelajaran yang berpihak pada murid maka segala minat, bakat, dan potensi yang dimiliki oleh murid akan dapat berkembang dengan maksimal.


            Kaitan Modul 3.2 dengan Materi pada Modul Sebelumnya 

  • Kaitan dengan Modul Refeleksi Filosofis Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara
Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah suatu proses memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Seorang pemimpin harus mampu mengelola salah satu aset yang dimiliki sekolah yaitu modal manusia (guru dan murid). Pemimpin harus memastikan para gurunya melaksanakan pembelajaran yang berpihak kepada murid sehingga murid dapat berkembang sesuai kodratnya (kodrat alam dan kodrat zaman). Dengan demikian maka murid akan dapat memaksimalkan minat, bakat, dan potensi yang dimilikinya sebagai bekal mereka dalam menjalani kehidupannya.

  • Kaitan dengan Modul Nilai dan Peran Guru Penggerak
Seorang pemimpin harus mampu memastikan modal manusia yang dimiliki sekolah utamanya guru agar dapat menerapkan nilai-nilai guru penggerak dalam kesehariannya seperti mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid. Dengan diterapkan nilai-nilai ini maka sekolah akan dapat mewujudkan murid yang memiliki profil pelajar Pancasila yaitu beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia, mandiri, bernalar kritis, kebhinekaan global, bergotong royong, serta kreatif.

  • Kaitan dengan Modul Visi Guru Penggerak
Materi pada modul ini (Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya) juga berkaitan dengan materi visi guru penggerak. Seorang pemimpin harus mampu menyusun visi dan misi yang jelas, terarah dan tentunya visi yang disusun tersebut harus berpihak pada sumber daya yang dimiliki sekolah utamanya guru dan juga murid. Melalui penerapan Inkuiri Apresiatif dengan menggunakan tahapan BAGJA, seorang pemimpin akan dapat melakukan perubahan sekolah berbasis sumber daya yang akan menggerakkan warga sekolah untuk melakukan perubahan positif. Perubahan positif yang dilakukan secara konsisten akan melahirkan budaya positif dengan demikian modul ini pun berkaitan dengan modul 1.4 tentang budaya positif. 
  • Kaitan dengan Modul Pembelajaran Berdiferensiasi, Sosial Emosional, dan Coaching 
Dalam melaksanakan pembelajaran seorang pemimpin harus mampu melasanakan pembelajaran yang sesuai dengan minat, bakat, dan profil siswa atau yang dikenal dengan pembelajaran berdiferensiasi. Untuk dapat melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi ini maka seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk memetakan aset/sumber daya yang dimiliki utamanya aset manusia yaitu siswa. Sehingga pembelajaran yang dilaksanakannya akan bermakna bagi siswa.

Potensi-potensi dan kekuatan yang dimiliki oleh siswa dapat kita kembangkan lebih jauh lagi dengan memperhatikan sisi sosial emosional siswa. Sebagai seorang pemimpin kita harus memahami sisi sosial emosional siswa, sehingga ketika ada siswa kita yang mengalami permasalahan maka kita akan dapat memberikan layanan berupa coaching. Coaching bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menggali potensi-potensi yang dimiliki siswa untuk dapat dikembangkan. Dengan demikian maka siswa akan dapat berkembang dengan maksimal. 
  • Kaitan dengan Modul Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran
Pada modul ini seorang pemimpin sudah mempelajari bagaimana caranya mengambil sebuah keputusan dengan sebaik-baiknya ketika berada dalam situasi dilema etika. Ada 9 langkah yang harus dilewati ketika mengambil dan menguji keputusan. Dalam pengelolaan sumber daya/aset juga dibutuhkan kemampuan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan saat melaksanakan pengelolaan sumber daya yang dimiliki.

Demikianlah tugas modul 3.2.a.9 tentang koneksi antar materi modul pemimpin dalam pengelolaan sumber daya yang dapat bagikan. Semoga bermanfaat. wassalamualaikum.wr.wb.kth.

3.2.a.7. Demonstrasi Kontekstual - Pemimpin dalam Pengelolaan Sumbe

 



Pemetaan 7 Aset Sekolah SMAN 1 Kuripan

Seperti yang kita ketahui bersama, sekolah wajib membangun ekosistem yang dapat merangsang kreativitas untuk menunjang keberhasilan tujuan pendidikan. Keberhasilan sebuah proses pembelajaran sangat tergantung pada cara pandang sekolah melihat ekosistemnya: apakah sebagai kekuatan atau sebagai kekurangan. Sekolah yang memandang semua yang dimiliki adalah suatu kekuatan, tidak akan berfokus pada kekurangan tapi berupaya pada pemanfaatan aset yang dimiliki.

Jika sekolah diibaratkan sebagai sebuah ekosistem, sekolah adalah sebuah bentuk interaksi antara faktor biotik (unsur yang hidup) dan abiotik (unsur yang tidak hidup)saling berinteraksi satu sama lainnya sehingga mampu menciptakan hubungan yang selaras dan harmonis

Faktor Biotik dan Faktor Abiotik

A. Faktor Biotik meliputi :

* Murid

* Kepala Sekolah

* Guru

* Staf/Tenaga Kependidikan

* Pengawas Sekolah

* Orang Tua

* Masyarakat sekitar sekolah

 

B. Faktor Abiotik meliputi :

         Keuangan

         Sarana dan prasarana

 

Yang kita ketahui bersama pendekatan cara berpikir itu ada dua yaitu Pendekatan Berbasis Kekurangan/Masalah (Deficit-Based Thinking) dan Pendekatan Berbasis Aset/Kekuatan (Asset-Based Thingking)

 

Oleh sebab itu disamping sebagai pemimpin dalam pembelajaran kita juga diharapkan mampu sebagai pemimpin dalam pengelolaan sumber daya yang dimiliki oleh sekolah dengan baik dan bijak. Sebagai pemimpin dalam pengelolaan sumber daya kita diharapkan mampu memanfaatkan 7 aset/modal yang ada di sekolah sebagai upaya untuk mewujudkan pendidikan yang diharapkan sesuai dengan amanat UUD 45. Ketujuh asset tersebut adalah sebagai berikut:

1.   Modal Manusia

Sekolah kami memiliki kepala sekolah yang sudah berijazah S.2 beliau adalah sosok pemimpin yang baik dan bijaksana, setiap keputusan yang diambil selalu berupaya mengutamakan kepentingan orang banyak dan mengedepankan kolaborasi yang baik dalam memanfaatkan asset yang sudah dimiliki sekolah. memiliki 46 guru dan 25 guru sudah bersertifikasi menjadikan sekolah kami memiliki tenaga pengajar yang professional dibidangnya dan beberapa diantaranya berijazah S-2, 10 tenaga pendidik yang terampil dan kompeten juga merupakan modal yang kuat sebagai rekan guru dan siswa dalam membantu proses pembelajaran. Dalam pengelolaan dan menjalankan program sekolah selalu bekerja sama dengan baik dengan pengawas sekolah, dinas terkait. Disamping itu komite sekolah juga berprofesi sebagai anggota DPR yang siap membantu sekolah dalam banyak hal seperti pemikiran dan modal finansial jika dibutuhkan oleh sekolah. Sedangkan murid yang dimiliki lebih dari 500 siswa dan berasal dari latar belakang dan budaya yang yang beragam sehingga menjadikan sekolah kami menjadi sekolah yang berwarna dan multikultural.

 

2.   Modal Sosial

Modal sosial merupakan salah satu modal yang penting untuk menjalankan roda pendidikan di suatu sekolah, dan sekolah kami memiliki modal sosial yang cukup baik dengan adanya paguyuban wali murid, terjalin hubungan yang baik antar warga sekolah, komunitas KKS, komunitas guru yang tergabung pada guru mata pelajaran, hubungan yang terjalin dengan baik dengan masyarakat sekitar, tokoh masyarakat, kepolisian, puskesmas, pihak swasta, alumni dan pihak lainnya. Menjadikan sekolah kami menjadi sekolah yang kuat.

3.   Modal Fisik

Sekolah kami juga memiliki sarana dan perasana yang cukup baik dan memadai sehingga dapat membantu siswa meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta memberi ruang bagi semua warga sekolah untuk mengapresiasikan dirinya sesuai dengan bakat dan potensi yang dimilikinya. Yaitu seperti:

ü  Tersedia ruang yang memadai antara lain ruang  Kasek, TU, guru, ruang kelas, lobi/ruang tamu,uks,BK, ruang perpustakaan Lab IPA, lab  Komputer, Mushola, Kantin, Gudang, Kamar mandi/WC guru/TU,Kamar       mandi /WC murid yang layak dengan jumlah mencukupi

ü  Tersedia ruang kelas beserta meja bangku yang memadai dan mencukup

ü  Tersedia halaman sekolah yang memenuhi standar

ü  tersedia lahan parkir yang cukup luas

ü  tersedia fasilitas interner/wifi di beberapa titik yang dapat dimanfaatkan oleh warga sekolah

ü  Tersedia lapangan dan sarana olahraga

ü  Tersedia fasilitas/saluran air bersih dan drainase yang baik

ü  Tersedia buku-buku pelajaran dan buku bacaan yang mencukupi

4.   Modal Lingkungan/alam

Lokasi sekolah yang strategis yaitu di pinggir jalan utama dan lintas kota memudahkan siapa saja dengan mudah menjangkau tempat sekolah kami. Lahan yang luas dimiliki oleh sekolah juga memudahkan kami dalam menata dan memanfaatkan modal alam yang dimiliki seperti membuat taman yang cantik untuk menciptakan kesan asri dan memberi peluang besar bagi sekolah untuk mengajarkan siswa memanfaatkan lahan yang ada sebagai sarana belajar agrobisnis dengan menanam sayuran, buah-buahan dan bunga yang bisa dijual kepada warga masyarakat yang membutuhkan.

5.   Modal Finansial

Dengan jumlah siswa yang banyak secara otomatis akan berpengaruh pada jumlah bantuan operasional sekolah (BOS) sehingga sekolah dengan mudah mengoperasionalkan kegiatan sekolah dengan modal finansial yang dimilikinya.

 

6.    Modal Politik

Sekolah kami mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah,komite, masyarakat dan komunitas sekolah dan dinas terkait serta pihak-pihak yang sudah menjalin hubungan dengan sekolah seperti PDAM, Kesehatan, PLN ,Telkom dan pihak lainnya. Hubungan ini tetap kami jaga dengan baik dengan komunikasi dan kerjasama yang intensif.

 

7.    Modal Agama dan budaya

Sekolah kami hidup rukun dalam kebinekaan dan saling toleransi dengan perbedaan yang ada dengan demikian kehidupan yang yaman dan damai tercipta yang memberikan rasa gembira pada semua warga sekolah. Jalinan Kerjasama dan komunikasi baik dengan semua Tokoh agama dilingkungan sekitar menjadikan sekolah lebih memaknai arti perbedaan menjadikannya sebagai kekuatan.

Dengan adanya kegiatan sabtu budaya di sekolah seperti pengenalan permainan tradisional, pentas seni, penanaman karakter baik. Sekolah berupaya mengajarkan siswa tentang kebudayaan kita miliki yang menjadikan Negara kita kaya akan budaya dan sebagai salah satu upaya untuk membentengi siswa dari pengaruh budaya luar sebagai modal dasar pengenalan jati diri sebagai bangsa yang berbudaya. Adanya budaya untuk berperilaku disiplin, religious, budaya menghormati orang lain, budaya hidup mandiri, budaya bergotong-royong saling membantu satu sama lain,budaya kerja keras, budaya membaca/literasi adalah sumber kekuatan untuk menghadapi era globalisasi.

 

 

 

 

Table 7 aset di sekolah



Kesimpulan

1.     Pemanfaatan sarana dan prasarana sekolah harus dimaksimalkan untuk hasil lebih optimal.

2.     Pemberdayaan guru dan murid untuk selalu mengembangkan dan meningkatkan kompetensi diri perlu mendapat dukungan dan pengelolaan dari sekolah

3.     Kerjasama dan komunikasi secara intensif dan berkala dengan instansi terkait dan pemerintah daerah harus terus dijaga dan ditingkatkan.

4.     Pemeliharaan dan perawatan Gedung secara berkala mendukung dan menunjang proses pembelajaran berjalan dengan lebih baik.

5.     Kerjasama, kolaborasi antara guru, tenaga kependidikan, siswa, orangtua murid, kepala sekolah dan komite sekolah serta masyarakat harus tetap dijaga dan ditingkatkan.

 

 

 

 

Kamis, 16 September 2021

AKSI NYATA

 

Aksi Nyata

1.     Peristiwa

a.     Latar Belakang Melakukan Aksi Nyata

Nilai-nilai dalam diri kita sebagai guru besar pengaruhnya terhadap pengambilan suatu keputusan. Nilai inovatif dalam diri guru akan menjadi dasar yang baik dalam menentukan berbagai opsi pengambilan keputusan yang dilakukan. Nilai kolaboratif akan memengaruhi kita dalam memetakan aktor yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Tidak terkecuali dengan nilai mandiri. Nilai ini akan menjadi dasar bagi seorang guru untuk menentukan inisiatif berdasarkan prinsip pengambilan keputusan. Nilai ini juga akan menjadikan seorang guru bisa berpikir cepat dan tepat dalam menghadapi situasi dilema etika yang menjadi alasan pengambilan keputusan.

Guru penggerak sejatinya hanyalah status. Pada dasarnya setiap individu guru adalah penggerak. Setidaknya bagi dirinya sendiri. Disadari atau tidak, setiap guru sebenarnya memiliki nilai-nilai sebagai guru penggerak. Di dalam guru ada nilai-nilai tertanam sejak pertama memutuskan menjadi seorang pendidik. Dalam perjalanannya nilai-nilai itu akan semakin terasah. Tindakan untuk mengembangkannya pun semakin terarah. Namun, tidak semua bisa menerapkan nilai-nilai tersebut. Tentu masing-masing memiliki alasannya.

Demikian halnya dengan nilai reflektif. Nilai ini akan berpengaruh besar terhadap kemampuan seorang guru melakukan refleksi atas keputusan yang diambil. Refleksi ini akan membuat guru menjadi tahu benar tentang keputusannya sudah tepat atau belum. Muara dari semua nilai itu adalah berpihak pada murid. Nilai dalam guru ini akan memengaruhi sikap dalam menentukan prinsip-prinsip pengambilan keputusan yang terbaik dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi murid.

Nilai-nilai tersebut pada akhirnya akan disadari dan dipahami sebagai kesatuan utuh dalam diri guru, terutama CGP. Hal tersebut tentu tidak lepas dari peran pendamping dan fasilitator. Oleh sebab itu penulis berpikir sangat tepat jika ilmu yang sudah diperoleh dalam pelatihan ini dibagi pada komunitas praktisi yang ada di lingkungan sekolah dan berharap semua pemimpin pembelajaran mampu memutuskan suatu permasalahan dengan baik dan bijak untuk kepentingan orang banyak oleh sebab itulah aksi nyata ini dilakukan sebagai bentuk peduli terhadap kekurangan atas pengambilan keputusan yang tidak tepat yang selama ini dilakukan sehingga merugikan diri sendiri dan banyak orang.

 

Kegiatan aksi nyata yang dilakukan kali ini yaitu untuk menguji sejauh mana aturan yang sudah dibuat oleh pemangku kepentingan yang ada di sekolah mampu memberi manfaat dan tidak merugikan murid. Dikasus kali ini sekolah sudah membuat aturan, disini saya hanya menampilkan 2 poin utama aturan yang sudah dibuat yaitu antara lain: 1. gerbang akan ditutup pukul 7.25 Wita, 2. Siswa harus membawa kartu identitas pengenal sebagai tanda pengenal shif masuk. Sanksi jika melanggar 2 poin   yaitu guru dan siswa seharusnya jika terlambat masuk lewat jam 7.25 Wita maka tidak diperkenankan untuk masuk ke sekolah namun kenyataanya hanya siswa yang tidak diijinkan untuk masuk sedangkan guru boleh. Dan jika siswa tidak membawa kartu pengenal maka siswa tersebut juka tidak diijinkan untuk masuk. Sehingga pada aturan yang sudah dibuat yang dirugikan disini adalah siswa. Sehingga kebetulan pada suatu hari siswa saya menelpon untuk bisa diijinkan masuk karena terlambat dan tidak membawa kartu pengenal. Kebetulan 3 siswa tersebut adalah anak binaan saya di kelas X IPS 3. Anak yang tidak diijinkan masuk ini tidak berani untuk pulang ke rumah alasan takut dimarahi orangtua sehingga memutuskan untuk bermain di luar lingkungan sekolah sampai dan pulang setelah waktu pulang sekolah tiba.

Foto siswa yang terlambat (melanggar aturan)

 

b.     Alasan menngapa melakukan aksi nyata

Alasan mengapa melakukan aksi nyata ini yaitu untuk melakukan evaluasi terhadap auturan yang sudah dibuat apakah aturan ini sudah mampu menjadi sebuah keputusan yang dapat member manfaat dan mampu meluruskan dari rencana awal keputusan ini dibuat. Karena sejatinya keputusan dibuat dan dijadikan sebagai sebuah aturan untuk mampu menciptakan kondisi yang kondusif dan member kebermanfaatan dan tidak menimbulkan masalah baru dari keputusan yang sudah diambil.

Foto Kunjungan ke rumah siswa

 

Pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral dan etika berkaitan erat dengan nilai-nilai yang dianut seorang pendidik. Moral dan etika adalah satu kesatuan merupakan nilai-nilai yang dianut seorang pendidik. Moral dan etika tetaplah harus tertanam sebagai nilai seutuhnya pada pribadi pendidik. Pembahasan studi kasus yang fokus pada moral dan etika merupakan langkah awal bagi pendidik untuk mengenali nilai-nilai dalam diri. Melalui pembahasan studi kasus pendidik bisa sekaligus mengeksplorasi nilai-nilai lainnya dalam diri antara lain peduli dan tanggung jawab. Selain itu, kedua nilai ini akan memberikan kemudahan bagi guru untuk membedakan bujukan moral dan dilema etika. Dalam studi kasus pengambilan keputusan, seorang pendidik harus memahami terlebih dahulu perbedaan antara bujukan moral dan dilema etika.

Seorang pendidik harus memastikan terlebih dahulu, apakah studi kasus yang di dalamnya adalah benar vs benar atau benar vs salah. Jika studi kasus yang dianalisis adalah benar vs benar, maka pendidik harus menetapkan langkah pengambilan keputusan. Hal ini karena bisa dipastikan kasus tersebut termasuk dilema etika. Sedangkan apabila kasus tersebut benar vs salah berarti kasus tersebut merupakan bujukan moral. Dalam hal ini, pendidik harus memiliki nilai ketegasan dalam mengambil keputusan.

Pengambilan keputusan yang tepat berpegangan pada kepentingan terbaik bagi semua pihak. Sehingga tidak ada pihak-pihak yang tersakiti akibat pengambilan keputusan tersebut. Tentunya bukan hal yang mudah. Membutuhkan upaya yang terencana dan sistematis. Seorang pendidik terlebih dulu harus menyusun perencanaan pengambilan keputusan. Perencanaan berawal dari penulisan kasus secara detail. Selanjutnya adalah melakukan analisis berdasarkan paradigma, prinsip, dan langkah pengambilan dan pengujian keputusan.

Seorang pendidik memilih keputusan berdasarkan analisis dengan hasil tepat. Apabila melalui tahap terakhir, yaitu refleksi ternyata tidak tepat, pendidik bisa saja mengubah keputusan yang akan diambilnya. Selain itu, bisa juga menggunakan opsi trilemma yang merupakan cara kreatif yang tidak terpikirkan sebelumnya sebagai keputusan.

Jika pengambilan keputusan dilakukan dengan tepat, maka kondusivitas ekosistem sekolah akan tetap terjaga. Hal ini karena tidak adanya konflik berkepanjangan setelah keputusan diambil. Ekosistem sekolah pun tetap aman dan nyaman tanpa gejolak yang berarti akibat keputusan yang diambil. Semua pihak yang terlibat akan menerima hasil keputusan dengan hati terbuka dan lega.

Melakukan hal baru tidak selamanya mengalami kemudahan. Ada kalanya di tengah perjalanan menemukan kesulitan. Dengan perencanaan yang tepat akan memberikan kemudahan dalam mengambil keputusan. Upaya meminimalisirnya adalah dengan melakukan pemetaan kesulitan yang akan dihadapi. Tujuannya adalah untuk menemukan strategi penyelesaian saat mengalami kesulitan. Dari pemetaan kesulitan, setidaknya ada gambaran diperoleh sebagai berikut:

Pertama, belum adanya kesamaan pemahaman tentang bujukan moral dan dilema etika. CGP bisa melakukan upaya membumikan pemahaman tersebut melalui diseminasi dan teladan. Dalam hal ini CGP bisa melakukan diseminasi dan pelatihan kepada sejawat. Sedangkan sebagai teladan, CGP membiasakan diri dengan menerapkan hal tersebut dalam pengambilan keputusan.

Kedua, pengambilan keputusan berdasarkan 3 paradigma, 4 prinsip, dan 9 langkah belum menjadi budaya positif di sekolah. Upaya mengatasinya melalui diseminasi materi pengambilan keputusan kepada sejawat. Langkah ini untuk menciptakan kesamaan pemahaman dan kesadaran menerapkan. Hingga pada akhirnya akan terus tumbuh menjadi sebuah budaya positif di sekolah.

 

c.      Hasil aksi nyata yang dilakukan

 

Hasil yang diperoleh dari aksi nyata ini Alhamdulillah membuahkan hasil yang baik. Setelah berdiskusi dengan para pemangku kepentingan yang ada di sekolah, seperti kepala sekolah, waksek, guru dan wali murid. Dengan diterapkannya praktik coaching sebelum pengambilan keputusan dan dalam memutuskan suatu masalah sudah menggunakan alur dan prosedur yang tepat namun ada beberapa guru yang masih tidak menerapkannya dikarenakan komunikasi yang masih belum terjalin dengan baik dan masih menggunakan teknik lama yaitu berfokus pada nilai moral sebagai acuan utama sehingga sering salah dalam melakukan pengambilan keputusan dan keputusan yang diambil merugikan orang lain. Setiap orang pasti menginginkan hal terbaik dari upaya yang dilakukan, begitu juga saya namun kita tidak bisa memaksakan keinginan kita kepada semua orang kita hanya bisa berbagi secercah harapan demi untuk kebagaikan bersama sebihnya hasilnya kita serahkan kepada sang khaliq yang memberikan hidayah kepada yang dinginkanNYA, berharap dari aksi nyata yang saya lakukan dapat memberi manfaat untuk semua orang, dari aksi nyata yang sudah dilakukan dapat dilihat beberapa hasil yang sudah terlihat terutama dalam upaya pengambilan keputusan sudah tidak lagi berdasarkan nilai moral yang diutamakan melainkan sudah adanya usaha-usaha untuk mengaitkan antara 4 paradigma dilema etika, menggunakan 3 prinsip dalam pengambilan keputusan dan sudah mencoba melakukan langkah-langkah pengujian kasus dengan 9 langkah pengujian. Dan setiap pengambilan keputusan diusahan untuk dikomunikasikan terlebih dahulu sebelum diputuskan. Hal ini merupakan pencapaian yang luar biasa buat diri saya pribadi karena untuk menularkan sesuatu yang baik dan menginginkan seseorang untuk berubah bukan sesuatu yang mudah dan tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan perlu perjuangan yang keras dan adanya komitmen yang kuat untuk bisa melaksanakan ini semua.

 

         Foto diskusi dengan kepala sekolah


2.     Perasaan (Feelings)

 

Awal mula melakukan aksi nyata ini memang tidak mudah rasa capek dan lelah terkadang sering saya rasakan, karena dalam menyamakan persepsi yang berbeda dengan begitu banyak otak yang ada itu bukan pekerjaan mudah. Tapi dengan tekat yang kuat dan niat yang baik saya mencoba untuk menyiapkan segala tenaga dan kemampuan yang saya miliki untuk memulai aksi nyata ini, langkah awal yang saya lakukan adalah terlebih dahulu membuat suatu perencanaan yang baik setelah semua rencana dibuat kemudian mendiskusinnya dengan rekan CGP lainnya setelah itu mengkomunikasikannya dengan kepala sekolah, setelah rencana disetujui lanjut ketahap yang benar-benar membutuhkan serta memanfaatkan segala kekuatan ada pada diri, komitmen yang besar pada diri untuk berbuat lebih sangat dibutuhkan dalam memuluskan perencanaan yang sudah dibuat agar usaha yang dilakukan tidak sia-sia. Dan setelah melakukan itu semua saya merasa lega karena sudah mengerahkan segala daya dan upaya dengan maksimal sehingga tidak ada usaha yang sia-sia yang ada hanya sia-sia jika tidak melakukan usaha, kira-kira itu motto yang saya terapkan sehingga saya lega dan senang dengan usaha yang sudah dilakukan selama ini.

 

3.     Pembelajaran (Findings)

 

Dengan melakukan aksi nyata ini saya mendapatkan banyak pembelajaran terutama dalam membuat suatu keputusan kita harus benar-benar memperhatikan banyak hal sebelum mengambil suatu keputusan agar keputusan yang kita buat dapat mengakomodir kepentingan orang banyak.

Sebagai seorang pemimpin pembelajaran harus memahami paradigma pengambilan keputusan. Hal ini akan membantu mempermudah dalam menentukan prinsip dan langkah-langkah pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan yang dilakukan seorang pemimpin pembelajaran harus berpihak pada murid.

Ada hubungan erat antara keputusan masa sekarang dengan masa depan murid. Pengambilan keputusan yang tepat akan berdampak pada perubahan murid ke depannya. Bisa dikatakan bahwa masa depan murid bisa saja tergantung dari keputusan yang diambil guru saat ini.

Contoh sederhana pada saat kita membuat keputusan untuk tidak menaikkan murid karena terkendala regulasi atau aturan sekolah. Bisa jadi saat itu kita menjadi pemutus harapannya menjadi lebih baik di masa depan. Itu adalah contoh kasus yang sering kita temui di lapangan. Contoh kasus yang bisa jadi menjadi kunci masa depan bagi murid kita.

Sebagai individu kita tidak pernah tahu akan menjadi apa murid-murid kita kelak. Kita juga tidak pernah tahu menjadi seperti apa murid-murid kita. Jika saat ini kita mengambil keputusan salah, bisa jadi akan menghambat langkahnya mencapai cita-cita murid. Atau juga bisa jadi dengan mengambil keputusan tepat, maka ke depannya kita akan memberikan hasilnya. Bisa saja murid berubah menjadi lebih baik berkat keputusan yang sudah kita ambil untuknya. Bisa juga dengan keputusan kita yang tepat saat ini murid bisa menemukan potensi diri yang tersembunyi. Tentu hal tersebut akan menjadi berkah tersendiri.

Oleh karena itu penting mengubah mindset kita, bahwa proses pembelajaran sejatinya pengambilan keputusan yang memerdekakan murid.

 

4.     Penerapan Ke Depan (Future)

 

Untuk kedepannya dalam setiap pengambilan keputusan terlebih dahulu dirumuskan dengan baik dengan melibatkan semua unsur atau pemangku kepentingan yang ada di lingkungan sekolah dan setiap keputusan yang diambil disiapkan solusi alternative sebagai penanganan awal dari resiko keputusan yang dibuat agar tidak menimbulkan masalah baru.

Sebagai seorang guru kita harus tetap belajar dan meningkatkan kompetensi kita bukan hanya meningkatkan kemampuan dalam mengelola kelas dalam kegiatan pembelajran, terlebih juga kita mempelajari sebagai pemimpin pembelajaran yaitu dalam kemampuan untuk mengambil suatu keputusan yang bijak. Bahwa kita harus mempelajari pengambilan keputusan dengan tepat dalam pengajaran yang memerdekakan anak demi kebaikan mereka di masa yang akan datang. Oleh karena itu, untuk bisa menghadirkan masa depan murid yang lebih baik, guru juga perlu mempertimbangkan bentuk diferensiasi dan sosial emosional murid dalam pengambilan keputusan. Tujuannya agar keputusan pengajaran yang kita lakukan sesuai kebutuhan mereka saat ini dan masa depan.

Selain itu, sebagai seorang guru sudah seharusnya mengubah mindset, bahwa pengajaran yang dilakukan adalah bentuk dari coaching. Dalam hal ini guru harus memberikan bimbingan agar murid bisa mengambil keputusan terbaik bagi kehidupannya di masa kini dan masa depan. Dengan demikian, pengambilan keputusan dalam pengajaran yang memerdekakan murid haruslah benar-benar berpusat pada murid. Hal ini sesuai dengan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara.

 

 

 

 

 

 

Rabu, 15 September 2021

Harapan dan Aturan?


Pagi itu langit masih gelap sang surya masih enggan menampakkan diri tidak seperti biasanya pukul 6.30 Wita biasanya dia sudah gagah menampakkan dirinya. Awan pekat masih menyelimuti langit, karena tadi malam hujan turun begitu derasnya sehingga masih terasa hawa dingin yang menusuk sampai ke tulang. 

Burung-burung yang biasa bernyanyi seolah-olah merasakan dinginnya pagi ini dan tidak terdengar nyanyiannya, sang surya seakan ikut menikmatinya dan masih bersembunyi dibalik awan yg gelap. Sama seperti diriku yang masih sembunyi dibalik selimut.

Teman-teman biasa memanggilku Bayu, sekarang saya duduk di bangku sekolah menengah atas tepatnya di SMAN 1 Kuripan berada di kelas 10 IPS, kata orang dari zaman dahulu sampai sekarang anak-anak IPS biasanya tempat kumpulan anak nakal dan pemalas beda dengan kelas IPA. 

Saya memilih IPS memang karena saya senang dengan ilmu sosial dan tidak suka dengan hitung-hitungan walau memang di IPS juga tidak dipungkiri ada pelajaran menghitungnya. Tapi jika saya masuk IPA aneh rasanya jika saya tidak suka pelajaran berhitung jadi itulah alasannya saya masuk IPS.  Jadi sebenarnya saya kurang setuju dengan pemberian label tentang anak IPS kumpulan anak nakal dan pemalas. 

Seperti remaja laki-laki lainnya yang masih labil dan sedang mencari jati diri,  saya juga masih belum mampu untuk disiplin baik untuk bangun pagi atau disiplin dalam belajar. 

Sehingga prestasi belajarku bisa dibilang biasa-biasa saja. Namun saya hoby dalam bermain voly, postur tubuhku yang tinggi jika dibandingkan dengan teman seusiaku kira-kira 170  cm memberi keuntungan dalam hobyku bermain voly. 

Dan setiap turnamen yg diadakan pada saat saya duduk dibangku sekolah pertama saya selalu menjadi andalan teamku untuk memenangkan setiap turnamen. Sehingga saya mempunyai cita-cita untuk menjadi pemain voly profesional nantinya. 

“Bayu…bayu…bayu… cepat bangun nak ini sudah pagi” suara itu tidak asing lagi ditelingaku, ya itulah suara ibuku. Beliau terus memanggilku karena hari ini saya merasa ngantuk sekali dan belum juga bangun. Karena tidak ingin membuat beliau marah akhirnya saya bergegas bangun dari tempat tidur. Kamar tidurku bersebelahan persis dengan kamar ibuku. Kamar tidurku tidak besar, hanya disekat dengan triplek dan beberapa kayu agar bisa menyerupai kamar tidur.

Luasnya  kira-kira 2x2 meter persegi, alas tidurpun menggunakan tikar plastic biasa, di dalamnya tidak banyak barang yang ada hanya meja belajar kecil yang biasa dibeli di toko seharga 35 ribuan dan beberapa buku yang tersusun di atas lantai, dan beberapa gantungan pakaian untuk menggangtung pakaian kotor. Lemaripun tidak ada bukan disebabkan karena kamarnya yang kecil untuk membeli lemari pakaian itu sesuatu yang mahal buat kami.

Saya tinggal di rumah kakek dan nenek, stelah ibu bercerai dengan ayah ketika saya berumur 3 tahun semenjak itu saya ikut bersama ibu dan bersama kakak laki-laki dari hasil pernikahan sebelumnya memutuskan tinggal di rumah kakek. Karena dialah satu-satunya anggota keluarga terdekat, Kini kakek menderita lumpuh (stroke) dan nenek menderita penyakit diabetes.

Setiap hari ibu saya merawat kakek dan nenek, kami bergantung pada kakak yang sudah menikah karena hanya dialah yang sudah bekerja. Ayah saya sudah menikah lagi dengan orang lain dan kehidupannya juga tidak jauh berbeda dengan kami.

Dengan cepat saya bergegas menuju kamar mandi, biasanya saya sarapan di rumah dulu sebelum berangkat sekolah, karena sarapan sudah biasa saya lakukan sejak duduk dibanggu sekolah dasar. Namun pada hari ini ibu tidak memasak karena tidak ada makanan yang bisa dimasak. Setelah menggunakan seragam sekolah sayapun berpamitan, karena saya tidak sarapan ibu menghentikan langkah saya “tunggu bentar bayu” “iya bu ada apa?” “ini untuk beli sarapan di sekolah ya”

sambil mengeluarkan uang receh dari lipatan kain yang digunakan dan beberapa keping uang logam yang dikeluarkan menggelinding di lantai dengan sigap saya mengejar agar cepat berangkat ke sekolah dan setelah saya hitung jumlahnya Rp 6.000. “Alhamdulillah ada buat sarapan” bisikku. Kemudian saya masukkan ke dalam kantong celana dan melanjutkan perjalanan menuju sekolah.

Karena ibu tidak mempunyai pekerjaan tetap dan hanya sebagai buruh tani, untuk belum bisa membelikan saya motor supaya saya dengan mudah sampai ke sekolah. Dalam hati saya sering minder sama teman-teman yang punya motor sendiri yang bisa digunakan pergi ke sekolah, jalan-jalan sama teman dan menunjang aktivitas lainnya. Bahkan saya terkadang marah dengan keadaan saya mengapa saya tidak seberuntung teman-teman.

Tapi saya sadar untuk tidak memaksakan keinginan saya karena makan sehari-hari saja itu sduah sangat beruntung sekali. Dalam perjalanan pikiran-pikiran ini setiap hari selalu muncul ketika sambil berjalan kaki menuju sekolah.

Dalam perjalan hati saya terus berdebar-debar takut terlambat sampai ke sekolah. Karena aturan yang baru dibuat ini cukup membuat saya deg-degan dalam perjalanan saya terus berharap jika ada orang yang baik hati mau memberikan tumpangan gratis agar cepat sampai di sekolah. Sambil terus berjalan sesekali kepala saya tolehkan kebelakang sambil memperhatikan pengendara motor yang lalu lalang siapa tahu ada diantara mereka yang saya kenal dan berharap dia juga mengenal saya.

Sambil terus berjalan dan memikirkan sanksi yang saya peroleh jika terlambat tidak diizinkan untuk masuk sekolah bagi yang terlambat. Perjalanan saya belum terlalu jauh entah kenapa saya sudah banyak mengeluarkan keringat. Ataukah rasa takut dan kecemasan karena  terlambat yang membuat saya berkeringat begitu banyak?

“entahlah” Sesekali saya menyeka keringat yang keluar dengan tangan. Begitu banyaknya hal yang saya pikirkan tanpa saya sadari akhirnya saya melihat bangunan sekolah tempat dimana harapan dan impian akan saya ukir di sana bersama guru-guru yang setiap hari tanpa lelah dan bosan menuntun dan mengantarkan kami menuju kebahagian setingi-tingginya.

Dengan perasaan senang dan berharap saya tidak terlambat dan bisa belajar bersama pemburu-pemburu ilmu lainnya. Namun apa daya senyum saya berubah menjadi takut. Karena beberapa pemburu ilmu keluar dari gerbang sekolah. Dengan perasaan yang tidak menentu karena begitu banyaknya pertanyaan yang ada mengapa mereka balik dan tidak masuk belajar. “Toni sini” saya memanggil salah satu teman yang tidak jadi masuk belajar.

“kenapa kamu pulang bro?” sapa saya, “iya nih bayu saya disuruh pulang karena terlambat tadi” untuk beberapa detik saya tidak bisa berpikir. “Bayu duluan ya” “mau kemana?” tanyaku, “entahlah mungkin keliling-liling dulu”. “ok hati-hati bro sambil melambaikan tangan?” karena kami tidak terlalu akrab dan beda kelas jadi percakapan tidak berlangsung lama.

Dalam keadaan marah dan kesal akhirnya saya putuskan untuk balik arah dan tidak melanjutkan ke sekolah tempat semua harapan dan cita-cita saya gantungkan, mengapa saya tidak melanjutkan untuk mencoba keberuntungan masuk ke sekolah? "ah... Percuma saja" ucapku sambil bergumam. 

Dengan cepat pikiran itu saya buang jauh-jauh karena berharap bisa diberikan izin masuk kemungkinannya 0.1%.

Karena biasanya keputusan yang sudah dibuat tidak ada alternative solusi cadangan yang disiapkan untuk mengantisipasi masalah yg muncul dari aturan yg sudah dibuat. Sehingga untuk mencobanya adalah suatu hal percuma.

Dalam keadaan marah, kesal dengan aturan yang dibuat oleh sekolah, atau kesal dengan kondisi kehidupan yang miskin dan tidak punyak motor ataukah karena pada hari ini saya telat bangun?.

Banyak sekali yang saya pikirkan, otak saya terasa penuh dengan permasalahan yang ada. Sambil melihat-lihat sekeliling akhirnya mata saya tertuju pada deretan kantin-kantin yang begitu banyak yang berjejer di pinggir jalan, cukup banyak seperti jamur di musim hujan. 

Tempatnya sih tidak bagus tapi lumayan buat duduk-duduk untuk menghabiskan waktu sampai waktu jam pulang sekolah tiba. Karena takut dimarahi ibu jika tahu kalau saya tidak masuk sekolah maka saya putuskan untuk habiskan waktu di salah satu kantin. 

Karena semua pemilik kantin rata-rata tidak perduli dengan kehadiran kami yang memakai seragam sekolah, apakah kami masuk sekolah atau tidak mereka tidak pernah bertanya, yang penting kami datang untuk belanja kami diberi kebebasan untuk duduk sepuasnya.

Akhirnya saya putuskan untuk duduk di salah satu kantin dan membeli rokok, saya bukan pecandu rokok, yang setiap hari harus membeli rokok. Jika ibu tahu saya merokok dia pasti marah besar. "Ah..selama ibu tidak mengetahuinya jadi bukan masalah" saya mencoba untuk menenangkan diri 

Ibu sudah memberi peringatan keras dan mengancam untuk mengembalikan saya ke ayah jika saya tidak mendengarkan nasehat dan ajaran yang sudah diberikan.  Walau keduanya hidup dalam kemiskinan tapi saya lebih memilih untuk tinggal bersama ibu daripada dengan tinggal bersama ayah dan ibu tiri. 

Entahlah setiap saya dalam keadaan kacau, banyak masalah terkadang saya lampiaskan dengan mengisap rokok. Banyak diantara teman-teman yang lain jika ada masalah mereka melakukan hal-hal melanggar aturan agama seperti minum miras dan obat-obatan terlarang.

Beruntung saya masih bisa terhindar dari hal-hal yang dilarang oleh Tuhan karena saya masih mencintai dan menyayangi ibu saya dan tidak ingin mengecewakan beliau.

Berpikir ketika menghisap beberapa batang rokok bisa membuat saya lebih tenang dan melupakan masalah yang ada. Dan tanpa disangka dua teman yang lain yang kebetulan kami satu kelas juga datang bergabung. Alasan mereka tidak diizinkan masuk karena terlambat dan tidak membawa kartu identitas. 

Kemudian kami nikmati keadaan ini dengan saling bercerita. habiskan waktu ini demgan cara kami sendiri namun kami masih punya harapan dan doa semoga semua guruku diberikan kesehatan, tetap semangat dan tetap sabar dalam menuntun kami untuk mencapai kebahagian tertinggi.

Tamat.... 

 

Jumat, 10 September 2021

3.1.a.9. Koneksi Antar Materi. Kepemimpinan

 

Pada modul 3.pada program guru penggerak ini, kami sebagai Calon Guru Penggerak (CGP) belajar modul kepemimpinan. Modul ini mempelajari bagaimana cara kami nanti mengambil sebuah keputusan sebagai seorang pemimpin. Pada modul ini kami sebagai CGP diminta untuk membuat koneksi antar materi dari semua materi yang  sudah di pelajari sampai saat ini.

Pada modul 1.1 kami belajar tentang filosofi Ki Hajar Dewantara (KHD), dimana pada modul ini kita mengenal Pratap Triloka yaitu Ing Ngarso Sun Tulada ( di depan menjadi teladan), Ing Madya Mangun Karsa (ditengah memberikan motivasi), Tut Wuri handayani (di belakang memberikan dukungan). Hubungan dengan pengambilan keputusan adalah dimana seorang pemimpin harus benar-be
nar mengambil keputusan dengan baik. Seorang guru yang melihat siswanya bersalah tidak serta merta langsung memberikan hukuman. Sebaiknya guru melakukan tanya jawab terlebih dahulu kemudian guru memberikan hukuman yang mendidik dan tidak merugikan siswa dalam belajar. Hari ini masih banyak kita melihat guru memberikan hukuman yang merugikan siswa, karena di hukum siswa tidak jadi belajar sehingga siswa tidak mendapatkan haknya di sekolah. Seorang guru yang bijak hendaknya memberikan hukuman yang tidak mengurangi hak siswa tersebut. Misalnya hukumanya piket kelas sepulang sekolah, dengan artian siswa tetap ikut belajar dengan temannya, namun dia hanya akan telat pulang saja ke rumah karena harus piket terlebih dahulu.

Setelah belajar modul 3.1 tentang pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin, nilai-nilai yang dipelajari tersebut menjadi landasan utama dalam pengambilan keputusan. CGP tidak serta merta memberikan keputusan langsung, tetapi CGP menimbang terlebih dahulu dari segi paradigma yang dilewati atau berdasarkan keputusan apa jalan keluar yang mau diambil oleh CGP. CGP juga harus memikirkan dahulu dengan tahap uji klinis yang ada pada 9 langkah pengambilan keputusan. Saya merasakan adanya sensasi yang berbeda saat pengambilan keputusan setelah mengenal etika, paradigma serta 9 langkah pengambilan keputusan ini. saya merasa keputusan yang diambil lebih baik dan saya juga merasa adil terhadap keputusan tersebut.

Modul 2 Pendidikan Guru Penggerak, pada sub 2.3 CGP diberikan materi tentang coaching. Coaching ini berbeda dengan mentoring dan konsul. Pada coaching memang coachee yang mencari jalan keluar dari masalah yang mereka hadapi ini. Coach hanya sebagai orang yang membimbing coachee untuk mencari jalan keluarnya. Pada kegiatan coaching yang CGP lakukan kepada peserta didik di sekolah, coachee sudah bisa menentukan jalan keluar sendiri terhadap masalah mereka. Sudah lebih dari separo siswa di kelas yang di coaching dan hasilnya sangat luar biasa. Coach yang sebagai guru kelas banyak merombak cara belajar agar sesuai dengan keinginan siswa. CGP disini belajar bagaimana menerima kekurangan dan menjadi guru yang lebih baik ke depan. Setelah kegiatan coaching hubungan antara guru dan siswa menjadi lebih dekat. Dampaknya materi yang diberikan guru lebih cepat sampai ke pada siswa. Siswa yang memiliki kesalahan selama di sekolah pun lebih senang dengan sanksi yang diberikan oleh guru. Tak ada lagi wajah kesal atau sakit hati kepada guru apabila diberikan sanksi karena sanksi tersebut dibuat sesuai kesepakatan bersama dan tidak mengganggu hak siswa di sekolah.

CGP juga selalu memberikan motivasi kepada siswa. Guru selalu bertanya tentang kegiatan sholat wajib dan apakah mereka sering datang ke gereja setiap minggu. CGP selalu bertanya kegiatan tersebut di awal kegiatan kepada siswa. Memang perubahannya belum nampak, tapi sudah ada perubahan siswa yang mengangkat tangan ketika guru bertanya dan jumlahnya selalu bertambah. Siswa juga lebih paham dengan sampah yang berserakan di kelas. CGP selalu melaksanakan “Operasi Semut” setiap pulang sekolah. CGP meminta siswa untuk memungut sampah yang berserakan dan dimasukkan ke dalam tong sampah. Setelah berjalan kurang lebih 3 minggu kegiatan tersebut, sekarang siswa sudah terbiasa memungut sampah yang berserakan di dalam kelas. Siswa mengambil sendiri sampah tersebut tanpa adanya komando dari CGP.

Pada kegiatan pengambilan keputusan yang dilakukan CGP selama ini belum terlihat ada kendala atau hambatan. Sampai saat ini keputusan yang diambil oleh CGP masih dalam masa aman dan belum ada pro kontra dari sekolah atau masyarakat. CGP selalu melakukan kolaborasi dengan teman sejawat serta wali murid sehingga keputusan yang diambil tepat sasaran.

CGP melihat adanya wajah-wajah senang dari murid ketika datang ke sekolah, kemudian saat ini sekolah yang dipegang CGP masih dalam tahap shif, jadi separo sekolah tatap muka dan separo lagi daring di rumah. Banyaknya chat wa dari murid yang rindu akan sekolah membuat CGP merasa senang. Siswa sangat senang apabila mereka tatap muka dan bertemu dengan CGP di sekolah. Rindu sekolah adalah kata-kata yang sering mereka ungkapkan sehingga CGP merasa senang dan bahagia dengan hal tersebut. CGP merasakan sekali perubahan CGP dalam memberikan materi yang banyak menggunakan media yang bisa di otak-atik oleh siswa. Hal ini lah yang CGP lihat membuat siswa ingin datang ke sekolah.

CGP juga sering melakukan kegiatan-kegiatan praktik bersama siswa dan kegiatan yang ada di luar kelas. Misalnya menari secara kelompok dan menyanyikan lagu wajib yang ada pada buku tema. Dari sini CGP jadi mengetahui ternyata ada siswa yang punya bakat menari dan menyanyi. Dari gerakan tari dan ekspresi yang mereka tampilkan CGP jadi paham mereka punya bakat menari. CGP memberikan penguatan kepada siswa tersebut agar selalu mengembangkan bakat yang mereka punya. CGP menyalurkan bakat menari mereka karena di sekolah CGP kedatangan mahasiswa yang kebetulan ingin mengajarkan beberapa orang siswa untuk menari. Melihat ekspresi mereka mengatakan iya, bahwa mereka mau, CGP menjadi senang karena apa yang mereka inginkan akhirnya tercapai. CGP juga berpesan apabila mereka tekun melakukan bakat mereka dengan baik maka nanti mereka bisa sukses di masa yang akan datang.


Pada modul 1 CGP diajarkan untuk mengubah pola pikir yang selama ini menghantui pikiran CGP. CGP diajarkan bagaimana memandang siswa, bagaimana memperlakukan siswa dengan baik sesuai dengan kodrat mereka. Pada modul 2 CGP diajarkan apa betul yang merdeka belajar itu. Mulai dari pembelajaran berdiferensiasi, kompetensi sosial emosional dan coaching. Penerapan modul 2 ini pada pembelajaran memang menciptakan sebuah merdeka belajar. CGP melihat adanya perubahan dari diri CGP dan siswa yang memang senang untuk belajar. Modul 3 menjadi tambahan CGP dalam mengambil keputusan di sekolah. Tidak dipungkiri pasti ada saja hal yang membuat kita harus mengambil sebuah keputusan yang hasilnya baik untk kedua belah pihak. CGP disini belajar dan menerapkan cara pengambilan keputusan tersebut. Ada perasaan lega bagi CGP ketika menerapkan semua materi tersebut dengan baik karena memang materi pada Pendidikan Guru Penggerak memang saling berkaitan satu sama lain. Penerapan modul ini kepada siswa di sekolah memang menciptakan merdeka belajar yang diinginkan oleh Mentri Pendidikan.