Jumat, 16 Juli 2021

7 Alasan Mengapa Pembelajaran Berdiferensiasi Dapat Berhasil

 



7 Alasan Mengapa Pembelajaran Berdiferensiasi Dapat Berhasil ( Ini adalah terjemahan bebas dari artikel yang dipublikasikan melalui website https://inservice.ascd.org/7-reasons-why-differentiated-instruction-works/) dan terjemahannya di ambil dari modul 2.1.a.8 elaborasi pemahaman konsep Kursus: 31. PPPPTK PKn dan IPS - DRS. HM IMRON ROSYADI, M.M. PPGP 2, Section: Modul 2.1. (simpkb.id)

Berbicara tentang Pembelajaran Berdiferensiasi (Diferentiated Instruction/ DI) harus dimulai dengan pemahaman yang akurat tentang apa itu DI — dan apa itu yang bukan DI. Anda mungkin terkejut mengetahui betapa mudahnya Pembelajaran Berdiferensiasi dilakukan di kelas Anda. 

1. Pembelajaran Berdiferensiasi adalah bersifat proaktif. 

Dalam kelas, guru akan berasumsi bahwa murid yang berbeda memiliki kebutuhan yang berbeda dan secara proaktif merencanakan pembelajaran yang menyediakan berbagai cara untuk "mencapai" dan mengekspresikan pembelajaran. Guru mungkin masih perlu menyempurnakan pembelajaran untuk beberapa murid, tetapi karena guru tahu beragam kebutuhan muridnya di dalam kelas dan memilih opsi pembelajaran yang sesuai, maka kemungkinan besar pengalaman belajar yang mereka rancang akan cocok untuk sebagian besar murid. Diferensiasi yang efektif biasanya dirancang agar cukup kuat untuk melibatkan dan menantang beragam murid di kelas. 

2. Pembelajaran Berdiferensiasi lebih bersifat kualitatif daripada kuantitatif. Banyak guru secara salah berasumsi bahwa mendiferensiasi pembelajaran berarti memberi beberapa murid lebih banyak pekerjaan untuk dilakukan, dan yang lainnya lebih sedikit. Misalnya, seorang guru memberikan murid, yang memiliki kemampuan membaca yang lebih tinggi, tugas untuk membuat dua buah laporan buku, sementara murid yang kemampuannya lebih rendah hanya satu laporan saja. Atau seorang murid yang kesulitan dalam pelajaran matematika hanya diharuskan menyelesaikan tugas hitungan atau operasi bilangan, sementara murid yang lebih tinggi kemampuan diminta menyelesaikan tugas hitungan dan ditambah dengan soal-soal cerita. 

Meskipun pendekatan diferensiasi seperti itu mungkin tampak masuk akal, namun yang seperti itu biasanya tidak efektif. Membuat laporan tentang satu buku bisa saja tetap akan dirasa sebagai tuntutan yang tinggi untuk murid yang memang kesulitan. 

Seorang murid yang telah menunjukkan penguasaan satu keterampilan matematika akan siap untuk mulai bekerja dengan keterampilan yang lebih sulit. Menyesuaikan jumlah tugas biasanya akan kurang efektif daripada mengubah sifat tugas. 

3. Pembelajaran Berdiferensiasi berakar pada penilaian. Guru yang memahami bahwa pendekatan belajar mengajar harus sesuai dengan kebutuhan murid, akan mencari setiap kesempatan untuk mengenal murid mereka dengan lebih baik. Mereka melihat percakapan individu, diskusi kelas, pekerjaan murid, observasi, dan penilaian formal sebagai cara untuk terus mendapatkan wawasan tentang apa yang paling berhasil untuk setiap muridnya. Apa yang mereka pelajari akan menjadi katalis untuk menyusun dan merancang pembelajaran dengan cara-cara yang membantu setiap murid memaksimalkan potensi dan bakatnya. 

Di dalam pembelajaran berdiferensiasi, penilaian tidak lagi didominasi sesuatu yang terjadi pada akhir unit untuk menentukan "siapa yang mendapatkannya." Pra- penilaian diagnostik secara rutin akan dilakukan saat unit dimulai. Di sepanjang unit pembelajaran, guru menilai tingkat kesiapan, minat, dan pendekatan belajar yang digunakan murid dan kemudian merancang pengalaman belajar berdasarkan pemahaman terbaru dan terbaik tentang kebutuhan murid. Produk akhir, atau cara 

lain dari penilaian "akhir" atau sumatif, akan mengambil berbagai bentuk, dengan tujuan untuk menemukan cara terbaik bagi setiap murid untuk menunjukkan hasil belajarnya selama unit tersebut berlangsung. 

4. Pembelajaran Berdiferensiasi menggunakan beberapa pendekatan terhadap konten, proses, dan produk. 

Di semua ruang kelas, guru berurusan dengan setidaknya tiga elemen kurikuler: (1) konten — masukan, apa yang dipelajari murid; (2) proses — bagaimana murid berupaya memahami ide dan informasi; dan (3) produk — keluaran, atau bagaimana murid menunjukkan apa yang telah mereka pelajari. 

Dengan membedakan ketiga elemen ini, guru menawarkan pendekatan berbeda terhadap apa yang dipelajari murid, bagaimana mereka mempelajarinya, dan bagaimana mereka menunjukkan apa yang telah mereka pelajari. Kesamaan dari pendekatan yang berbeda ini adalah bahwa semuanya dibuat untuk mendorong pertumbuhan semua murid dalam usaha mereka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dan untuk memajukan atau meningkatkan proses pembelajaran baik untuk kelas secara keseluruhan maupun untuk murid secara individu. 

5. Pembelajaran berdiferensiasi berpusat pada murid. Pembelajaran berdiferensiasi beroperasi pada premis bahwa pengalaman belajar paling efektif adalah ketika pembelajaran tersebut berhasil mengundang murid untuk terlibat, relevan, dan menarik bagi murid. Akibat dari premis itu adalah bahwa semua murid tidak akan selalu menemukan jalan yang sama untuk belajar yang sama mengundang, relevan, dan menariknya. Lebih lanjut, pembelajaran berdiferensiasi mengakui bahwa pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang akan datang harus dibangun di atas pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman sebelumnya — dan bahwa tidak semua murid memiliki fondasi belajar yang sama pada awal proses pembelajaran. Para guru yang membedakan pengajaran di kelas-kelas yang memiliki keragaman secara akademis berusaha untuk memberikan pengalaman belajar yang secara tepat menantang untuk semua murid mereka. Guru-guru ini menyadari bahwa kadang-kadang tugas yang tidak menantang bagi beberapa peserta didik bisa jadi sangat rumit bagi yang lain. 

6. Pembelajaran berdiferensiasi merupakan perpaduan dari pembelajaran seluruh kelas, kelompok dan individual. Ada waktu ketika pembelajaran seluruh kelas adalah pilihan yang efektif dan efisien. Ini berguna untuk membangun pemahaman bersama, misalnya, dan memberikan kesempatan untuk diskusi dan ulasan bersama yang dapat membangun rasa kebersamaan. Pembelajaran berdiferensiasi ditandai oleh irama berulang dari melakukan persiapan kelas, mengulas kembali, dan berbagi, yang kemudian diikuti oleh kesempatan untuk eksplorasi individu atau kelompok kecil, ekstensi, dan produksi. 

7. Pembelajaran berdiferensiasi bersifat "organik" dan dinamis. Di ruang kelas yang berbeda, mengajar adalah sebuah evolusi. murid dan guru sama-sama pembelajar. Guru mungkin tahu lebih banyak tentang materi pelajaran, namun mereka juga terus belajar tentang bagaimana murid mereka belajar. Kolaborasi yang berkelanjutan dengan murid diperlukan untuk memperbaiki peluang belajar agar efektif untuk setiap murid. Guru memantau kecocokan antara kebutuhan murid dan proses pembelajaran mereka serta membuat penyesuaian sebagaimana diperlukan. 

Diadaptasi dari How to Differentiate Instruction in Academically Diverse Classrooms, 3rd Edition, oleh Carol Ann Tomlinson, Alexandria, VA: ASCD. ©2017 oleh ASCD. Hak cipta terdaftar.

Kamis, 15 Juli 2021

Modul 2.1 tugas 2.1.a.6 Refleksi Terbimbing

sumber kemdikbud


assalamualaikum wr.wb.kth. selamat berbahagia Bapak/Ibu guru hebat pada kesempatan kali ini saya ingin menyapa Bapak/Ibu guru hebat semua dimanapun anda berada semoga nada semua dalam keadaan sehat dan tetap semangat dalam menjalankan tugas sebagai guru. dan dalam kesempatan kali ini saya akan berbagi tentang refleksi terbimbing dari modul 2.1 dengan materi yang cukup bagus menurut saya karena materi ini kita dibantu untuk menjawab permasalahan yang sering kita jumpai dalam kelas kita yang sering di alami oleh siswa terkait keberagaman yang dimiliki dari siswa itu sendiri baik dari agama, suku, etnis, bahasa, gaya belajar dan minat belajar siswa. 

untuk membantu kita membuat refleksi terbimbing kita dibantu oleh beberapa pertanyaan anatara lain sebagai berikut:

  1. Dari apa yang sudah Anda pelajari, materi apa yang menurut Anda dapat menjadi solusi bagi permasalahan yang terkait dengan pembelajaran di kelas Anda?
  2. Apa yang menurut Anda sulit untuk diterapkan? Mengapa menurut Anda hal tersebut sulit diterapkan?
  3. Jika Anda harus menerapkan hal yang sulit tersebut, dukungan Apa yang Anda perlukan? Kemana atau bagaimana Anda akan dapat mengakses dukungan tersebut.
  4. Jika Anda menghadapi sebuah situasi, dimana kebutuhan belajar siswa Anda tidak dapat diakomodasi oleh pembelajaran berdiferensiasi beranikah Anda mengambil risiko untuk memodifikasi pembelajaran Anda, meskipun hal tersebut mungkin tidak umum atau tidak sesuai dengan sistem yang ada? Jelaskan pendapat Anda dengan alasannya.
Berikut jawaban atas pertanyaan di atas
  1. bentuk permasalahan dalam mengajar dari dulu sampai sekarang pasti sama akan tetapi pemecahannya yang terkadang belum tepat. Berdasarkan apa yang telah saya pelajari pada modul ini pembelajaran berdiferensiasi merupakan solusi bagi permasalahan terkait pembelajaran. Tentunya di dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas pastinya seorang guru akan menemui murid yang beraneka ragam, baik dari segi kemampuan dasarnya, minatnya, gaya belajarnya dll. Nah agar guru dapat melaksanakan pembelajaran yang dapat mengakomodir semua perbedaan siswa tersebut maka guru harus melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi. Menurut Tomlinson (2000), Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid. Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut. Adapun diferensiasi yang dapat dilakukan oleh guru yaitu dari segi konten, proses, dan juga produk yang dihasilkan siswa. dengan demikian pembelajaran akan lebih berkesan dan tidak membosankan untuk murid dikarenakan pembelajaran dapat memenuhi semua kebutuhan murid yang beragam.
  2. Menurut saya yang sulit diterapkan dalam pembelajaran berdiferensiasi yaitu mengenali kebutuhan belajar murid. Dengan jumlah siswa yang mencapai 30 orang dengan beraneka ragam latar belakang, tentunya perlu waktu yang ekstra bagi seorang guru untuk mengenali kebutuhan belajar muridnya. Apalagi dalam situasi pembelajaran daring seperti ini dimana guru tidak bisa bertemu dengan muridnya, perlu strategi dan inovasi untuk dapat mengenali masing-masing siswa. sulitnya jalinan komunikasi antar murid dan guru merupakan faktor penghambat untuk menemukan solusi permasalahan di atas. sehingga kunci dan strategi yang yang diperlukan sangatlah sulit untuk dipertemukan pemecahannya. akan tetapi dengan kesabaran dan kerja keras dan kolaboraborasi yang solid antar murid dan guru akan menemukan keinginan yang sama.
  3. dukungan sangat penting untuk membantu kesuksesan guru dan murid dalam mewujudkan tujuan belajar yang menyenangkan. Dukungan yang saya perlukan yaitu dukungan penuh dari orang tua siswa untuk memastikan anak-anaknya dapat terlibat aktif dalam pembelajaran, sehingga guru dapat mengenali murid-muridnya dengan baik. Selain itu, saya juga harus memastikan para orang tua agar mendampingi anak-anaknya saat saya melakukan sebuah survey untuk mengetahui profil murid saya, memastikan semua murid mengisi surveynya. Untuk mendapat dukungan tersebut tentunya saya akan mengoptimalkan grup paguyuban yang telah saya bentuk sebelumnya dan berkomunikasi melalui whatsapp grup. disamping itu juga dukungan dari kepala sekolah untuk memfasilitasi guru dan murid dalam pembelajaran itu sangat penting baik dari segi dukungan moril dan alat-alat peraga atau alat bantu dalam belajar sangat dibutuhkan.
  4. Menurut saya, jika saya berada pada situasi dimana kebutuhan belajar siswa saya tidak dapat diakomodasi oleh pembelajaran berdiferensiasi, maka saya akan dengan berani mengambil risiko untuk memodifikasi pembelajaran yang saya lakukan, meskipun hal tersebut mungkin tidak umum atau tidak sesuai dengan sistem yang ada. Kondisi siswa di kelas secara penuh diketahui oleh gurunya, oleh karena itu guru berhak melakukan berbagai macam inovasi dan kreatifitas dalam melaksanakan pembelajaran dengan tujuan agar semua siswa mendapatkan pembelajaran sesuai yang mereka butuhkan dan tujuan pembelajaran dapat tercapai. dan semua anak merasakan pembelajaran yang mereka inginkan kenapa tidak saya harus mengambil keputasan yang berbeda dari kebiasaannya.

Minggu, 11 Juli 2021

jurnal mingguan ke-9



Pembelajaran Berdiferensiasi

Menurut Tomlinson (2000), Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid.

Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan:

  1. Bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang prosesnya.
  2. Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Jadi bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga muridnya.
  3. Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.
  4. Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya. Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda.
  5. Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara efektif.


 Facts Peristiwa)

minggu pertama saya saya mempelajari materi pembelajaran berdiferensiasi. materinya cukup menarik dan mudah difahami akan tetapi faktanya menunjukkan bahwa saya selama ini belum melakukan pembelajaran berdiferensiasi dalam proses mengajar selama ini.

Feelings (Perasaan)

minggu pertama saya saya mempelajari materi pembelajaran berdiferensiasi. terasa ada perasaan bersalah pada diri karena selama ini saya mengajar tidak memperhatikan minat dari siswa akan tetapi saya memaksakan keinginan saya, gaya belajar saya sendiri dan cara menyelesaikan tugas atau produk semuanya sesuai dengan gaya saya tanpa melihat dan mendengar dari keinginan siswa.

Findings (pemebeljaran)

melalui ruang kolaborasi dan berdiskusi dengan fasilitator maupun dengan peserta lainnya saya mendapatkan pencerahan dan motivasi untuk bisa menjadi guru yang lebih baik lagi kedepannya yang selalu memperhatikan minat siswa, profil pelajar siswa dan potensi yang dimilikinya sehingga kedepannya saya mampu mencetak generasi yang berhasil dan berbahagia.

Future (Penerapan)

untuk kedepannya saya akan lebih terbuka lagi berdiskusi dengan rekan GP maupun fasilitator agar saya lebih maksimal dalam melaksanakan tugas sebagai guru dan bisa menjadi guru yang baik dalam menuntuk siswa saya untuk meunuju kebahagiaan yang tertinggi.

kunci dari semua ini adalah tidak ada yang sulit dalam mengerjakan sesuatu jika kita mau memulai dan berusaha.

demikian refleksi mingguan saya, teruslah bergerak agar tidak tertinggal lebih jauh demi kemajuan Banggsa.

Senin, 28 Juni 2021

PGP-ANGKATAN 2-LOBAR -MAKRIPUDDIIN-1.4.a.10.1-AKSI NYATA

 

            MEMBANGUN KEBERANIAN BERTANYA DAN BERPENDAPAT MELALUI KESEPAKATAN KELAS, SMAN 1 KURIPAN KELAS X

Jl. TGH Abdul Hafizd-Tegal, Kecamtan Kuripan, Kab Lombok Barat

 


Dubuat oleh:

 

PGP-ANGKATAN 2-LOBAR -MAKRIPUDDIIN-1.4.a.10.1-AKSI NYATA 

A.          Latar Belakang

 

Budaya positif merupakan pembentukan kebiasaan-kebiasaan baik dengan tujuan agar melekat secara alami pada karakter setiap manusia secara berkelanjutan. Budaya positif seyogyanya harus ditamkan melalui dunia pendidikan terutama diawali pada lingkungan keluarga sebagai pondasi utama untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Untuk membentuk budaya positif pada diri murid, guru harus dapat memberikan contoh baik yang menginspirasi murid, memahami karakter murid, memahami kodrat alam dan zaman, serta berani membuat terobosan inovasi dengan berbagai model dan prinsip yang dapat membentuk karakter murid yang berahlak mulia sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW dan tokoh-tokoh Islam dan pendidikan di Indonesia.

Ki Hajar Dewantara mendefinisikan kebudayaan sebagai buah budi manusia yang merupakan hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam. Hal itu merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan merupakan persemaian benih-benih kebudayaan yang berlandaskan budi pekerti dan profil Pancasila sehingga budaya yang positif sesuai dengan kepribadian bangsa harus ditanamkan sejak sdini mungkin.

Budaya positit yang akan saya laksankan pada aksi nyata ini yaitu tentang budaya karakter berani bertanya dan berpendapat. Agar pembelajaran dapat berjalan lancar dan kondusif tentunya yang harus  saya lakukan yaitu salah satunya dengan menerapkan sebuah kesepakatn kelas antara guru dengan murid. Kesepakatan kelas merupakan salah satu budaya positif yang bisa saya lakukan untuk mendukung berjalannya budaya-budaya positif yang lainnya seperti yang sudah saya sebutkan di atas. Kemudian pada era saat ini dengan adanya pandemi virus corona (covid-19) kesehatan adalah hal terpenting  yang tidak dapat ditawar keutamaannya. Pandemi ini telah mengubah semua sistem baik secara teori ataupun teknis jalannya kehidupan manusia tidak terkecuali dunia pendidikan. Pembelajaran yang biasanya berjalan dengan tatap muka, saat ini dilaksanakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dari rumah dan tatap muka terbatas dengan menggunkan dua shif yaitu dalam satu kelas dibuat dua shif. Akan tetapi tidak menyurutkan niat saya untuk mencetak generasi yang kritis dan inovatif melalui kesepakatan kelas

Kesepakatan kelas berisi beberapa aturan untuk membantu guru dan murid bekerja bersama membentuk kegiatan belajar mengajar yang efektif. Kesepakatan kelas tidak hanya berisi harapan guru terhadap murid, tetapi juga harapan murid terhadap guru. Kesepakatan disusun dan dikembangkan bersama-sama antara guru dan murid. Kesepakatan ini lebih mengedepankan peran aktif murid sebagai subyek pendidikan, sehingga setiap pendapat murid perlu dihargai. Lewat kesepakatan kelas, anak-anak sekaligus belajar tentang nilai-nilai demokrasi, serta pentingnya bertanggungjawab terhadap kesepakatan yang mereka buat sendiri

Sebagai langkah awal untuk penerapan budaya positif, bisa dimulai dengan membuat kesepakatan kelas. Dalam pelaksanaannya, kesepakatan kelas ini harus melibatkan murid. Anak-anak ditempatkan  sebagai tokoh utama dalam pembelajaran, termasuk juga dalam pembuatan kesepakatan kelas, sehingga mereka merasakan keterlibatan dan perilaku  yang mereka tunjukkan sebagai bagian dari tanggung jawab  mereka sendiri, buka sekedar menjalankan peraturan yang berlaku di kelas. Budaya positif yang tumbuh di kelas ini,  dengan membangun keberanian bertanya dan berpendapat melalui kesepakatan hendaknya dapat  menciptakan pembelajaran yang teratur, nyaman, aman,dan menyenangkan bagi guru dan murid. Murid sebagai tokoh utama keberanian bertanya dan berpendapat.

Dengan keberanian siswa dalam bertanya dan berpendapat akan menumbuhkan rasa percaya diri yang tinggi pada siswa dan akan menumbuhkan sikap kritis pada siswa. Oleh karena itu, aksi nyata 1.4.a.10.1 budaya positif adalah “menumbuhkan keberanian bertanya dan berpendapat siswa” melalui kesepakatan kelas.

B.          Deskripsi Aksi Nyata

Penerapan budaya positif, bisa dimulai dengan membangun keberanian bertanya dan berpendapat melalui  kesepakatan kelas. Dalam pelaksanaanya, kesepakatan kelas ini harus melibatkan murid. Anak-anak ditempatkan  sebagai pelaku utama dalam pembelajaran, termasuk juga dalam pembuatan kesepakatan kelas, sehingga mereka merasakan keterlibatan dan perilaku  yang mereka tunjukkan sebagai bagian dari tanggung jawab  mereka sendiri, bukan sekedar menjalankan peraturan yang berlaku di kelas.

Penerapan kesepakatan kelas sebenarnya bukanlah hal yang baru. Membuat kesepakatan kelas sudah dilakukan sejak dulu oleh guru-guru terdahulu yang dilakukan pada awal tahun pelajaran. Namun, selama ini dalam penerapannya memang tidak melibatkan murid dalam kesepakatan kelas. Biasanya, kesepakatan kelas atau tata tertib kelas yang di buat guru, hanya menyampaikan aturan-aturan dan hal-hal yang harus dilakukan oleh peserta didik. Selanjutnya, murid diminta mengikuti aturan tersebut. Jika tidak, ada konsekuensi berupa hukuman yang akan diberikan.

           Setelah mendapatkan materi tentang penerapan budaya positif berupa langkah-langkah atau panduan penerapan kesepakatan kelas padaProgram Pendidikan Guru Penggerak, penerapan kesepakatan kelas dilakukan secara berbeda seperti biasanya.

           Saat ini proses pembelajaran di SMAN 1 Kuripan menjadi salah satu sekolah yang mendapatkan izin tatap muka dari Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Barat, maka pembuatan kesepakatan kelas dilakukan secara tatap muka di kelas X SMA Negeri 1 Kuripan.

Pada akhir semester genap tahun pelajaran 2020/2021, usai pelaksanaan penilaian akhir semester (PAS), murid  kelas X diajak membuat kesepakatan kelas. Saat itu yang mengikuti proses pembentukan kesepakatan kelas sebanyak 28  murid.

Sebelum pembuatan kesepakatan kelas , langkah pertama yang dilakukan adalah menyusun panduan kesepakatan kelas. Ada 6 panduan dalam menyusun kesepakatan kelas yakni : menayakan pendapat murid , menanyakan  ide dari murid untuk mencapai kelas impian ,ambil kesimpulan dari ide, ubah ide menjadi kesepakatan kelas, tandatangani kontrak kesepakatan, dan  melakukan refleksi kesepakatan kelas yang sudah di sepakati dengan melihat bersama bafallo kontrak kesepakatan kelas.

Selanjutnya, pembuatan kesepakatan kelas ini adalah bertanya dulu kepada murid tentang bentuk kelas impian mereka. Semua siswa menjawab secara antusias pertanyaan yang diberikan. Jawaban yang mereka berikan antara lain, kelas yang bersih, rapi, nyaman, indah dan menyenangkan. Setelah itu, murid kembali diberikan pertanyaan, bagaimana cara mewujudkan kelas yang bersih, sehat, aman, nyaman, dan menyenangkan?.  Murid kembali menjawab antara lain dengan menjaga kebersihan kelas, bekerja sama, tidak membuang sampah sembarangan serta saling membantu dalam menjaga kebersihan kelas. Kemudian, murid kembali ditanyakan, bagaimana cara agar bisa mendapatkan hasil maksimal dalam proses pembelajaran? murid menjawab dengan masuk tepat waktu , berdoa sebelaum dan sesudah belajar dan dengan cara belajar dengan giat dan menyimak guru saat menerangkan atau menjelaskan pelajaran.

            Kemudian murid kembali ditanyakan menurut kalian apa yang harus kita semua lakukan untuk mencapai kelas impian kita? Mereka menjawab kelas tanpa kekerasan fisik. Apa lagi?  kelas tanpa kekerasan verbal, seperti bullying. Apa lagi?” Kita harus sama-sama menjaga komitmen dalam menjalankan kesepakatan kelas, tanpa pemberian hadiah atau hukuman, pak guru.

Selanjutnya melakukan diskusi untuk mendapatkan umpan balik dari murid, perjelas tentang kesepakatan kelas, penting  jika kesepakatan kelas, murid percaya  dan bisa di lakukan  baik sebagai individu maupun dalam kelompok, pastikan memang semua daftar diperlukan dalam proses  belajar mengajar, jika ada yang terlewati pandu murid untuk menambahkan  yang terlupakan  atau menghapus tujuan yang tidak utama.

Kemudian guru dan murif bergiliran  menulis di kertas buffalo atau papan tulis berupa tingkah laku dari kesepakatan kelas. Kesepakatan kelas  dapat dibuat berupa panduan tingkah laku.  Kemudian memastikan  jumlah poin kesepakatan kelas tidak banyak sehingga mudah dipahami dalan dilakukan.

Setelah kesepakatan kelas disetujui kemudian memberikan waktu kepada murid untuk mendatangani kontrak kesepakatan kelas, guru juga perlu menandatangani kesepakatan kelas tersebut, kemuduain meletakkan poster kesepakatan kelas yang sudah ditandatangani agar terlihat oleh semua guru

Langkah yang terakhir adalah melakukan refleksi secara rutin terkait kesepakatan kelas yang sudah di susun , tayakan murid terkait perkembangan  dan tentukan apa ada hal yang perlu diubah atau diperbaikai. Jika dalam poin kesepakatan kelas masih ada yang kurang atau ada dari mereka yang masih melanggar, maka mereka diajak untuk mendiskusikan hasil kontrak kesepakatan kelas.Ini merupakan tantangan yang dihadapi, namun setelah melakukan refleksi bersama, keberhasilan  murid melaksanakan kontrak kesepakatan kelas yang mereka buat sendiri, tanpa ada hadiah dan hukuman bagi murid yang melanggar kesepakatan yang telah di buat bersama.

Alasan mengapa melakukan aksi nyata ini karena murid ditempatkan sebagai tokoh utama dalam pembelajaran sehingga mereka merasakan perilaku. Perilaku yang mereka tunjukkan sebagai pernyataan dari tanggung jawab mereka sendiri,. Kesepakatan kelas adalah potret pendekatan budaya positif yang lebih mengedepankan peran aktif siswa sebagai subjek pendidikan. Ruang kelas sebagai cerminan awal menuju proses belajar mengajar, Guru dan murid akan memperoleh situasi yang kondusif pada saat penyampaian materi dan kegiatan belajar mengajar sehingga terciptanya pembelajaran yang menyenangkan yang ditunjukkan dengan keberanian siswa mengajukan  pertanyaan dan berpendapat karena kondisi belajar mengajar yang seru dan menyenangkan.

C.          Hasil Aksi Nyata yang Dilakukan

Setelah melaksanakan  aksi nyata 1.4.a.10.1 ini ternyata  belum bisa  mencapai keberhasilansesuai yang diharapkan karena aksi nyata ini di buat diakhir semester genap dan tidak ada proses pembelajaran. Namun adapun hasil dari aksi nyata yaitu sebagai berikut:

1.     Mendapatkan banyak pengalaman baru dalam membuat kesepakatan kelas.

2.     Guru dan murid dapat menanamkan nilai budaya positif dan displin positif dikelas

3.     Menumbuhkan kondisi yang aman, nyaman, dan menyenangkan dalam belajar mengajar  sehingga dapat membentuk lingkungan merdeka belajar

4.     Dapatat meningkatkan keberanian siswa dalam mengajukan pertanyaan dan keberanian berpendapat di dalam kelas dan luar kelas.

5.     Dapat membentuk karakter siswa yang kritis dan inovatif

6.     Dapat mengembangkan potensi murid untuk mencapai cita-citanya.

 

D.          Pembelajaran yang Didapatkan dari Pelaksanaan

Banyak pembelajaran yang di dapatkan dari pelaksanaan aksi nyata  ini sehingga  dibutuhkan analisis untuk mencari kelemahan yang menyebabkan kegagalan dan kekuatan yang bisa menjadikan keberhasilan. Adapun kelemahan yang menyebabkan kegagalan adalah sebagai berikut:

1.        Kegagalan

a.           Poin kesepakatan kelas tidak efektif diterapkan

b.          Masih terdapat murid yang melanggar kesepakata kelas

c.           Belum konsistensi untuk melaksanakan disiplin positif di kelas

d.          Murid belum berperilaku displin positif

2.        Keberhasilan

a.           Guru dan murid dapat menumbuhkan dan menanamkan disiplin positif di kelas

b.          Pembiasaan positif di kelas akan terjadi pada saat kegiatan pembelajaran

c.   Membangun lingkungan positif melalui budaya positif dalam rangka mewujdukan keberanian bertanya dan berpendapat di dalam kelas dan luar kelas.

d.   Proses pembelajaran berjalan nyaman, aman, dan menyenangkan  serta efekitf sehingga terwujud keberanian bertanya dan berpendapat sesuai profil pelajar Pancasila

E.          Rencana Perbaikan di Masa Mendatang

Rencana perbaikan yang akan dilakukan penulis adalah membuat kesepakatan kelas pada awal masuk tahun pelajaran, kemudian mengkaji kembali beberapa poin terkait hasil kesepakatan kelas yang belum menunjukkan keberhasilan. Dalam penyusunan kesepakatan kelas  penulis akan memberikan kesempatan kepada seluruh  murid untuk menyampaikan pendapatnya. Hal ini bertujuan agar semua murid  merasa terlibat dalam diskusi untuk mencapai kesepakatan kelas. Penulis juga akan terus mengeksplorasi diri untuk mengarahkan pembentukan karakter dan prilaku positif lainnya sehingga murid akan memperoleh motivasi intrinsik dalam melakukan setiap budaya positif. Selain itu, penulis akan berbagi praktik baik dalam bentuk kesepakatan kelas dengan  rekan sejawat, Dengan demikian, penjelasan tentang praktik baik penerapan kesepakatan kelas ini mampu dipahami dan diterima oleh rekan sejawat yang lain dalam upaya membangun budaya positif. 

 Selama merencanakan aksi nyata membangun keberanian bertanya dan berpendapat melalui kesepakatan kelas , penulis merasakan bahwa selama ini ada sesuatu yang baru dalam menerapkan budaya positif di sekalah. Dimana selama ini, penulis membuat kesepakatan kelas atau tata tertib kelas , tidak pernah melibatkan murid secara awal. Biasanya, penulis hanya menyampaikan dan membuat aturan-aturan dan hal-hal yang harus dilakukan oleh murid. Selanjutnya, peserta didik diminta mengikuti aturan tersebut. Jika tidak, ada konsekuensi berupa hukuman yang akan diberikan. Pada saat melaksanakan aksi, penulis tidak bisa mengukur sejauhmana efektivas aksi nyata ini karena limit waktu dalam penyusunan dan pembuatan kesepakatan kelas. Namun penulis merasa ada sesuatu yang berubah dari cara penulis dalam membangun budaya positif di kelas dalam mewujudkan keberanian bertanya dan berpendapat

Penulis juga akan berusaha memaksimalkan pedekatan IA dengan model Bagja serta  selalu memaksimalkan asesmen sikap murid sebagai upaya untuk mengukur kegagalan dan keberhasilan kegiatan aksi nyata.   Indikator asesmen antara lain tidak berani bertanya dan berpendapat ketika proses belajar dan di luar kelas, tidak menghargai pendapat orang lain, tidak  santun saat berbicara dengan guru, tidak mengucapkan salam kepada guru saat keluar masuk kelas, dan tidak mengucapkan maaf ketika berbuat kekeliruan atau kesalahan. Dengan model IA dan asesmen ini, penulis beraharap dengan kesepakatan kelas ini, target pembelajaran terwujud yakni keberanian bertanya dan berpendapat sesuai dengan profil pelajar Pancasila untuk membentuk siswa yang kritis serta melakukan perbaikan dengan melibatkan murid ditempatkan  sebagai pelaku utama dalam pembelajaran, termasuk juga dalam pembuatan kesepakatan kelas, sehingga mereka merasakan keterlibatan dan perilaku  yang mereka tunjukkan sebagai bagian dari tanggung jawab  mereka sendiri, bukan sekedar menjalankan peraturan yang berlaku di kelas sehingga terwujud budaya positif dalam lingkungan sekolah.

 

Dokumentasi

1.     Membimbing siswa dalam menemukan kesepakatan kelas melalui kegiatan diskusi terkait kelas impian,



2.     Menanda tangani hasil kesepakatan kelas guru dan murid




 

3.     Menyepakati hasil kesepatan kelas



4.     Refleksi dengan pimpinan dan rekan sejawat terkait kesepakatan kelas untuk perbaikan kearah yang lebih baik.

 



5.     Menjaga kebersihan kelas



Jumat, 25 Juni 2021

1.4.a.9 Koneksi Antar Materi - Budaya Positif

1.4.a.9 Koneksi Antar Materi - Budaya Positif

 

Apakah budaya positif di sekolah berdiri sendiri dalam menciptakan budaya ajar yang baik?

Budaya positif penting dikembangkan di sekolah. Mutu sekolah dapat dilihat dari budaya positif yang hidup dan dikembangkan warga sekolah. Budaya positif sekolah adalah sekumpulan nilai yang melandasKi Hadjar menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak.

Dalam proses “menuntun”, anak diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’dapat memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar. perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan symbol-simbol yang dipraktekkan oleh kepala sekolah, guru, petugas administrasi, siswa dan masyarakat sekitar sekolah. 

Budaya positif yang ada disekolah akan membantu pencapaian visi sekolah impian. Guna mewujudkan visi sekolah impian, peran guru sebagai ujung tombak kualitas pendidikan di sekolah sangatlah penting. Guru penggerak adalah pemimpin pembelajaran yang mendorong tumbuh kembang murid secara holistik, aktif, dan proaktif dalam mengembangkan pendidik lainnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada murid, serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila.

Apakah budaya positif di sekolah berdiri sendiri dalam menciptakan budaya ajar yang baik?

Tidak, Budaya sekolah akan terwujud manakala terdapat  kolabarosai antara pemangku kepentingan di sekolah, baik siswa, rekan sejawat, kepala sekolah, komite sekolah, orang tua murid maupun masyarakat agar dapat menciptakan budaya ajar yang baik menuju murid merdeka.

Gambar kolaborasi pemangku kepentingan di sekolah:



Bagaimana penerapan budaya positif jika dikaitkan dengan nilai lain dalam aktivitas belajar mengajar sehari-hari?

Penerapan budaya positif tidak bisa dilakukan secara instan, tetapi memerlukan proses dan waktu. Budaya Positif dilakukan dengan menerapkan disiplin positif secara terus-menerus dan konsisten, sehingga menjadi sebuah karakter atau nilai-nilai yang tumbuh sebagai motivasi intrinsik.

Menerapkan pendekatan disiplin positif dapat membantu sekolah memainkan peran penting dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan manusiawi. Murid cenderung menjadikan orang dewasa sebagai model; jika murid melihat orang dewasa menggunakan kekerasan fisik atau psikologis, mereka akan belajar bahwa kekerasan dapat diterima sehingga ada kemungkinan mereka akan menggunakan kekerasan terhadap orang lain. Sekolah memiliki peran penting dalam membimbing, memperbaiki, dan mensosialisasikan kepada murid mengenai perilaku yang sesuai. Agar perubahan berhasil, diperlukan pendekatan terkoordinasi yang melibatkan semua peran di komunitas sekolah. Sekolah perlu bekerja dengan orangtua untuk memastikan konsistensi antara rumah dan sekolah, serta membekali mereka dengan informasi dan alat untuk mempraktikkan disiplin positif di rumah. 

Berikut peran dan tanggung jawab berbagai struktur sekolah meliputi:

1.     Guru

Memiliki peran kunci dalam pengembangan disiplin positif dengan menciptakan ruang kelas yang berpusat pada peserta didik Melibatkan dan bekerjasama dengan orangtua dalam penerapan disiplin positif

2.     Kepala sekolah

Memastikan para guru dan staf mendapatkan dukungan dalam menerapkan disiplin positif di sekolah Mendukung dan mengawasi keterlibatan orangtua dalam menerapkan disiplin positif

3.     Orang Tua

Menciptakan suasana rumah yang aman dan nyaman sehingga dapat menerapkan disiplin positif yang konsisten Berpartisipasi dalam pertemuan sekolah dan memiliki hubungan baik dengan guru untuk mendukung pendekatan disiplin positif.

Bagian mana dari modul sebelumnya yang berkaitan dan mendukung budaya positif?

Pada Modul 1.1 Mengenai Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara

Pendidik pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak. agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. KHD memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya. Semboyan Pendidikan menurut Kihajar Dewantara adalah "Ing ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo mangun karso, Tut wuri handayani.

Pada Modul 1.2 Mengenai Peran dan Nilai Guru Penggerak.

Profil pelajar Pancasila memiliki nilai-nilai sebagai berikut yaitu:

ü  Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia.

ü  Mandiri

ü  Bernalar kritis

ü  Kebinekaan global

ü  Bergotong Royong

ü  Kreatif

Pada Modul 1.3 Mengenai Visi Guru Penggerak

Paradigma mengaplikasikan Inquiry Apresiatif melalui tahapan BAGJA.

Pembelajaran yang menyenangkan, saling menghargai, toleransi, bahagia dan nyaman, diskusi kelas, refleksi diri, meotivasi instrinsik, menggali kekuatan, keterbukaan, apersepsi yg menyenangkan, semangat, berfikir positif, berkolaborasi, mendengarkan pendapat siswa, disiplin, tidak monoton, suasana kelas hidup, menggali potensi yang maksimal.

 

·  Bagaimana peran guru penggerak dalam menularkan kebiasaan baik kepada guru lain dalam membangun budaya positif di sekolah? 

 


  Bagaimana guru penggerak bisa menumbuhkan budaya positif di kelas menjadi budaya positif sekolah dan menjadi visi sekolah? 

Cara menumbuhkan budaya positif di kelas yaitu dengan cara membuat kesepakatan kelas dengan siswa.