Oleh: Makripuddiin
Resume ke-30
Oleh: Makripuddiin
Resume ke-30
Oleh: Makripuddiin
Resume ke-29
Malam ini Pembelajaran tentang Trknik Promosi Buku dibimbing oleh Bapak Akbar Zainudin. Beliau akan mengupas tuntas bagaimana teknik mempromosikan buku. Sebelum ke materi mari kita simak profilnya.
Bapak Akbar Zainudin, lahir di Banyumas, Jawa Tengah, 7 Februari 1973. Pendidikan dasar dimulai dari MI Muhammadiyah Wangon dan melanjutkan nyantri selama 6 tahun di Pondok Modern Gontor Ponorogo dan lulus tahun 1991. Setelah mengabdi di Gontor setahun, melanjutkan program sarjana di UIN Jakarta. Pendidikan Pascasarjana diteruskan di Sekolah Bisnis Prasetiya Mulya Jakarta mengambil konsentrasi Manajemen Pemasaran.
Bapak Akbar Zainudin adalah penulis buku Man Jadda Wajada. Sejak diterbitkan tahun 2010, buku ini sudah dicetak 13 kali dan terjual 55.000 eksemplar. Diteruskan dengan buku Man Jadda Wajada 2, Hasanah Dunia Akhirat, 10 Jalan Sukses, Berwirausaha Modal Man Jadda Wajada, Ketika Sukses Berawal dari Pesantren, Man Jadda Wajada for Teen, dan UKTUB: Panduan Lengkap Menulis Buku dalam 180 Hari, "BIG MOTIVATION: Inspirasi Sukses Para Santri", dan “Man Jadda Wajada 3: Hidup Sekali Sukses Berkali-kali”, Guru Hebat Man Jadda Wajada dan buku paling baru, buku ke-16 adalah Man Jadda Wajada: 8 Kunci Sukses Santri dan Santriwati.
Akbar adalah mentor menulis; mengadakan pelatihan, konsultasi, dan mentoring menulis untuk berbagai kalangan. Saat ini, sekitar 15 buku solo dan puluhan buku antologi sudah diterbitkan oleh penulis hasil bimbingannya, mayoritasnya adalah para penulis pemula.
Bapak Akbar adalah seorang coach dan trainer nasional dalam bidang motivasi, pengembangan SDM, dan kewirausahaan. Akbar memperoleh sertifikasi “Certified Professional Coach (CPC)” yang dikeluarkan oleh Coaching Indonesia Academy. Berbagai kalangan telah merasakan dahsyatnya Pelatihan Motivasi Man Jadda Wajada yang ia kembangkan, mulai dari kalangan Pemerintah, Swasta, hingga lembaga pendidikan. Akbar sekarang ini juga mengelola dua perusahaan yang dibangunnya, yaitu Man Jadda Wajada Education yang bergerak dalam bidang penyelenggaraan jasa konsutasi dan pelatihan SDM serta MJW Book, sebuah perusahaan penerbitan.
Bapak Akbar Zainudin bisa dihubungi melalui HP/WA: 085697035117, email di akbar.zainudin@gmail.com atau Facebook, Instagram, dan Twitter @akbarzainudin. Berbagai video tentang motivasi, menulis, public speaking, dan dunia pesantren bisa dilihat pada YouTube: Akbar Zainudin
Untuk lebih mengenal beliau silahkan klik tautan ini.
https://akbarzainudin.wordpress.com/profil/
APA ITU PROMOSI BUKU
Promosi adalah cara kita memberikan informasi tentang produk kepada konsumen agar mereka tertarik dan mau membeli produk kita. Promosi buku adalah cara kita mengenalkan buku yang kita miliki kepada audiens kita agar mereka tertarik dan mau membeli.
MENGAPA PROMOSI BUKU ITU PENTING
Promosi buku itu penting karena sebagus apapun buku kita kalau konsumen atau audiens tidak mengetahui produk kita, maka mereka tidak akan tertarik, apalagi mau membeli buku kita.
Beberapa tujuan dari promosi buku adalah:
1.Membuat audiens mengenal (tahu) buku kita.
2.Membangkitkan kebutuhan konsumen untuk membeli buku kita. Bagaimana caranya yang tadinya mereka tidak butuh, tetapi setelah kita promosikan menjadi butuh.
3.Meyakinkan konsumen untuk membeli buku.
4.Mengharapkan konsumen agar mau merekomendasikan buku kita kepada orang lain.
TUJUH PROGRAM PROMOSI BUKU.
Program promosi bisa dilakukan oleh penerbit maupun penulis. Beberapa program promosi yang bisa dilakukan.
1. LAUNCHING BUKU.
Launcing buku Adalah program untuk meluncurkan buku baru. Bisa di aula, masjid, lembaga pendidikan, hotel, di mana saja. Yang mengadakan bisa penerbit maupun penulis. Yang membiayai launching buku siapa? Bisa penerbit, bisa penulis. Kita perlu meyakinkan penerbit kalau buku kita akan laku, karena itulah mereka perlu menyelenggarakan program launching buku.
Kalau di Gramedia, di toko-toko buku mereka ada tempat untuk launching buku. Kita bisa memanfaatkan tempat ini. Jadi kita promosikan acaranya, tempatnya di toko buku Gramedia.
Sekarang ini program launching buku semakin mudah. Dengan adanya Media Sosial, kita bisa melakukan program launching buku ini bahkan dari rumah. Bisa melalui FB, IG, ataupun Youtube.
Buat saja program LAUNCHING BUKU, live di FB, IG, atau Youtube. Undang kawan-kawan kita. Ajak mereka berpartisipasi. Launching buku kalau perlu setiap bulan. Kan ngga harus sekali. Bulan ini Launching Pertama, Bulan depan Launching kedua, ketiga, dan seterusnya. Kalau setiap bulan kita launching buku kita, setahun kita sudah 12 kali launching buku.
2. BEDAH BUKU.
Bedah buku adalah acara diskusi untuk membedah isi buku kita. Bedah buku ini bisa secara online maupun offline. Offline artinya kita menyelenggarakan bisa bekerjasama dengan berbagai lembaga. Lembaga pendidikan, perpustakaan, majlis taklim, masjid, dan sebagainya.
Pokoknya, di semua tempat dan situasi yang memungkinkan, kita tawarkan bedah buku. Berapapun yang hadir, kita selenggarakan terus menerus. Apalagi sekarang ini eranya digital. Bukan berapa orang yang hadir yang penting, tetapi direkam lalu diupload di Medsos acara kita. InsyaAllah akan semakin membuat orang mengenal kita.
Sekali lagi, yang lebih mudah sekarang ini adalah bedah buku secara online. Kita undang orang-orang untuk ikut acara bedah buku bersama kita. Bisa di FB, IG, WA Grup, Zoom, dan sebagainya.
3. SEMINAR ATAU PELATIHAN
Lakukan seminar ataupun workshop sesuai dengan tema buku kita. Kalau saya bukunya motivasi dan menulis. Maka saya secara berkala menyelenggarakan seminar dan diklat terkait motivasi dan menulis.
Seminar atau workshop ini, pertama-tama bolehlah dilakukan gratis. Karena target kita adalah mengenalkan buku kepada para peserta. Lakukan secara kontinyu, misalnya sebulan sekali. Kalau misalnya bisa offline, laksanakan di sekolah misalnya. Kalau tidak bisa offline, lakukan secara online. Bisa via WA, Zoom, FB, IG, dan sebagainya.
4. MEMBANGUN KOMUNITAS
Komunitas yang kita bangun adalah komunitas yang kita sesuaikan dengan tema buku kita. Kalau buku kita temanya motivasi, maka kita tuliskan buku-buku tentang motivasi. Buku tentang guru, maka bangun komunitas guru. Buku tentang menulis, bangun komunitas menulis. Buku tentang Ice Breaking, bangun komunitas Ice Breaking. Buku tentang bahasa, bangun komunitas bahasa.
Komunitas membuat kita lebih dekat dengan pembaca sehingga memudahkan kita untuk menawarkan mereka dalam membeli buku.
Saya sendiri membangun banyak komunitas, ada komunitas guru, menulis, santri, remaja, bisnis, dan sebagainya. Semua komunitas itu ada bukunya. Saya share materi-materi yang ada di buku secara berkala, biasanya seminggu sekali, sehingga anggota komunitasi ini mendapatkan manfaat. Biasanya saya bentuk di WA Grup.
5. MEMBANGUN JARINGAN RESELLER
Reseller adalah orang-orang yang mau menjualkan buku kita dan mendapatkan buku dari hasil yang terjual. Kita berikan 20-30 persen komisi dari harga jual. Misalnya harga jual buku kita Rp 100.000, kita kasih 20-30%, kita berikan materi-materi yang terkait buku kita, sehingga lebih mudah bagi mereka untuk menjual.
Dewa Eka Prayoga, berhasil menjual 10.000 buku hanya dalam waktu 2 minggu melalui reseller ini. Tentu resellernya saja puluhan ribu, berbagai produk. Kalau kita sudah punya jaringan reseller, akan memudahkan kita menjual buku.
Saya juga sedang membangun jaringan reseller ini. Belum banyak, baru sekitar 100an orang. InsyaAllah akan terus bertambah.
6. JUALAN DI MARKETPLACE
Buka toko di marketplace (Lazada, Shopee, Bukalapak, Tokopedia, dan sebagainya). Membuka toko di marketplace akan meluaskan promosi dan distribusi kita.
Yang penting keberadaan kita dan buku kita ada. Itulah pentingnya ada di marketplace. Jadi kalau ada orang mencari judul buku kita, bisa ditemukan.
7. MEMANFAATKAN MEDIA SOSIAL (Medsos) untuk promosi buku.
Manfaatkan sebaik-baiknya followers dan subscriber dengan memberikan informasi tentang buku. Setiap hari, kita buat status terkait tema buku yang kita tulis, sehingga orang semakin paham dengan buku yang kita tulis.
Dan jangan setiap hari isinya jualan. Lebih banyak sharing-sharing, baru selling. Lebih banyak memberikan pengetahuan kepada para pembaca sehingga mereka merasa ada manfaat menjadi followers kita.
Sekarang ini sebagai seorang penulis, kita kalau bisa memiliki beberapa ketrampilan yaitu :
Pertama, keterampilan berbicara yang baik di depan umum (public speaking). Agar pada saat kita ada acara ataupun rekaman di Medsos dan YouTube, menjadi menarik bagi calon pembaca.
Kedua, kemampuan copywriting (membuat kata menarik untuk promosi dan penjualan). Ini salah satu keterampilan paling penting untuk menjual pada Abad 21.
Ketiga, pemanfaatan teknologi informasi. Bagaimana memanfaatkan media sosial seperti YouTube, WA, IG, Facebook, Zoom, Webex, Google Meet, dan sebagainya. Karena eranya sekarang seperti itu. Kalau kita bisa memanfaatkan dengan baik, hidup akan lebih mudah.
Demikianlah materi pada malam hari semoga membawa manfaat pada diri saya, teman sejawat, dan siapapun yang membaca tulisan ini.
Oleh: Makripuddiin
Resume ke-25
Oleh : Makripuddiin
Resume ke-24
Berawal dari keinginan untuk melanjutkan pendidikan setelah lulus Sekolah Dasar, inilah kisahku.
Perkenalkan nama saya Makripuddin, lahir dari keluarga miskin sehingga terpaksa tidak melanjutkan sekolah. Ya, setelah menyelesaikan sekolah dasar keseharian aktivitas dilanjutkan dengan membantu orang tua untuk mencari nafkah.
Usia dimana seharusnya anak-anak menghabiskan waktu untuk bermain.
Namun tidak dengan saya, nasib berkata lain setelah ayah meninggal diusia 9 tahun tepatnya pada saat kenaikan kelas 3 sekoah dasar.
Sehingga menyebabkan semakin terpuruknya perekonomian keluarga. Orangtua yang hanya seorang buruh serabutan, membuat kami harus saling bahu membahu sekedar mencari sesuap nasi untuk bisa bertahan hidup.
Kami bersaudara sepuluh saya adalah anak ke sembilan, empat diantaranya sudah meninggal dunia diusia balita karena disebabkan kekurangan gizi.
Dan semua kakak-kakak sudah menikah dan bersama keluarga masing-masing namun kehiduannya tidak jauh berbeda dengan kami. Hemm … seperti rantai kemiskinan ya?.
Sebagai orang tua tunggal, bunda yang menjadi tulang punggung keluarga sering kali harus berpindah lokasi kerja jika di kampung sepi kerjaan.
Kadang bunda menjadi buruh tani, buruh tambang batu apung, buruh cuci atau kadang juga menjadi buruh pembuat batu bata.
Hal ini membuat saya sering
kasihan dan memutuskan untuk membantu beliau dan tidak berani punya keingin
macam-macam. Hal inilah alasan mengapa tidak lanjutkan penddikan ke SMP, karena takut menjadi beban pikiran bunda dan menyusahkannya.
Kebetulan pada saat saya lulus sekolah dasar bunda mengambil pekerjaan sebagai buruh pembuat batu bata di desa yang cukup jauh dari kampung halaman, sehingga terpaksa harus merantau.
Karena kebetulan saya dekat dengan bunda, setelah lulus SD saya selalu menemani bunda kemanapun bunda kerja, sehingga memaksa untuk ikut bersamanya.
“Bunda boleh saya ikut?”,
pintaku memelas, beliau menatapku dengan tatapan yang teduh dan damai.
Seakan dia bilang jangan, tapi beliau juga tidak tega meninggalkan saya sendirian di rumah.
Lalu beliau mulai membuka bibirnya dengan suara yang berat.
“Nak kamu jangan ikut ya, kamu di rumah kakakmu saja, tempat ibu bekerja sangat jauh dan belum tentu ada tempat tinggal yang layak di sana”.
Ucapnya sambil menahan air matanya, karena saya sempat mencuri pandang mata beliau berkaca-kaca.
Karena saya memaksa untuk tetap ikut akhirnya beliau dengan berat hati menyetujuinya.
“Ok kamu boleh ikut tapi jangan mengeluh ya, ketika nanti tempatnya tidak nyaman?”.
Pesan beliau. Dan sayapun mengganggukan kepala tanda setuju.
Benar saja setelah sampai di tempat tujuan, aku sempat terdiam karena melihat kondisi lokasi pembuatan batunya berada di atas sungai yang jauh dari perkampungan.
Semua pekerja tidur beralaskan tikar dan kardus sedangkan atapnya terbuat dari terpal, hampir mirip dengan pengungsian korban bencana alam.
Karena saya sudah berjanji dengan bunda untuk tidak mengeluh semuanya saya lewatkan dengan tawakkal dan bersabar.
Hari-hari saya lewatkan untuk membantu bunda membuat batu bata, terkadang jika libur karena hujan atau memang tidak ada yang dikerjakan, saya sering membantu seorang anak pengembala untuk mengembalakan dombanya yang begitu banyak.
Hal ini saya lakukan biar saya bisa numpang makan di rumahnya setelah seharian mengembalakan dombanya.
Maklum hasil membuat batu bata terkadang tidak cukup untuk sekedar makan sehari-hari dan sering membuat saya dan bunda untuk berpuasa karena tidak ada beras untuk dimasak.
Sudah hampir 1 Tahun saya membantu bunda membuat batu bata dan menjadikan saya mahir.
Sebelum beraktivitas, biasanya saya diam-diam sering duduk di pinggir jalan sendirian hanya sekedar melihat aktivitas orang-orang di jalan yang sedang lalu lalang, mungkin menurut saya itu adalah hiburan.
Saya senang melihat anak-anak memakai seragam sekolah dan berangkat ke sekolah untuk menuntut ilmu, terkadang saya sering bertanya dalam hati.
“Kapan ya saya bisa sekolah seperti mereka?”, dan tanpa sadar berdoa kepada Tuhan.
“Ya Allah berikan saya kesempatan untuk menuntut ilmu”.
Pintaku dalam doa, dan setelah itu saya kembali membantu bunda.
Perasaan ingin sekolah saya pendam sendiri setiap hari dan tidak berani menyampaikan kepada bunda karena takut untuk membebani pikirannya.
Setelah 11 bulan lamanya saya membantu bunda, saya menyampaikan niat untuk pulang kampung sementara waktu, dengan alasan kangen dengan teman-teman.
Sebenarnya saya tidak tega meninggalkan bunda sendirian. Kemudian pada saat istirahat niat saya untuk pulang kampung saya utarakan ke bunda.
Beliau sedang duduk sambil memegang betisnya, kemudian saya hampiri dan seperti biasa saya selalu memijat kaki bunda setelah seharian bekerja.
Kemudian saya membuka perbincangan, “Bunda, saya mau”,
saya terdiam sejenak tidak kuasa berkata “Mau apa nak?”.
Suaranya lembut bertanya kepadaku.
Kembali bunda bertanya, “Kamu mau ngomong apa nak?’.
Kemudian saya memberanikan diri untuk bicara.
“Gini bunda saya ingin pulang kampung sementara waktu”.
Beliau kemudian menatapku dan tersenyum.
“Iya sayang Boleh, kapan rencananya mau pulang?”,
“Kalau bisa besok atau lusa bunda”
kemudian beliau menganggukkan kepala,
“Nanti kamu saya titipkan ke Pak Ahmad ya”.
Dalam hati ada perasaan senang bisa pulang kampung dan juga sedih
karena meninggalkan bunda bekerja sendirian diusianya yang sudah tua.
Tibalah waktunya saya pulang, saya dititipkan bersama Pak Ahmad kebetulan beliau mau mengantarkan isterinya pulang kampung.
Isteri Pak Ahmad satu kampung dengan saya dan Pak Ahmad sendiri adalah bos pemilik usaha batu batanya.
Saya naik mobil Pikup milik beliau. Saya tidak masalah duduk di belakang kebetulan saya suka naik mobil dengan bak terbuka, karena jika naik mobil tertutup saya sering mual alias mabok kendaraan. He. He… maklum orang kampung. Setelah berpamitan dan memeluk bunda, kamipun berangkat.
Bunda tak kuasa menahan sedihnya beliau kemudian meneteteskan air dan segera di seka dengan tangannya sambil tersenyum dan berkata.
“Hati-hati ya nak”, semoga Allah selalu memberi rahmadNya padamu”,
“Amiin ya robbalalamin".
Jawabku dalam hati. Sebenarnya akupun mau menangis tapi berusaha kutahan agar bunda tidak semakin sedih.
Pulang kampung inilah awal perjalanan bisa mondok atau sekolah di Pondok pesantren.
Kok bisa?
Ya sekenario Allah SWT tidak bisa ditebak dan kita sebagai hamba hanya bisa menjalaninya.
Ceritanya seperti ini, setelah sampai di rumah dan saat bermain bersama teman-teman kebetulan diantara teman saya itu ada anak yatim, yang nasibnya tidak jauh berbeda dengan saya.
Kemudian ada seorang ustaz di kampung tiba-tiba menghampiri kami yang sedang
bermain.
Kemudian beliau menawarkan teman saya itu untuk sekolah dan harus mondok, beliau menjelaskan kepada teman saya alasannya mengajaknya untuk sekolah.
Dari penjelasan beliau yang saya dengar. beliau punya jatah satu anak yatim yang bisa di sekolahkan di pondok dan gratis, dan setelah selesai menjelaskan teman saya panjang lebar , lalu beliau berkata,
“Apakah kamu mau?”.
Kata ustaz tersebut membujuk teman saya ini. Dalam hati saya berkata
“Heemm … kenapa saya tidak ditawarkan”.
Teman saya yang ditawarkan ini langsung menjawab tidak, tapi sepertinya ustaz ini tidak berputus asa untuk membujuknya kemudian teman saya ini ajak untuk menemui ibunya.
Dalam hati saya berharap, semoga saya mendapat kesempatan yang sama.
Setelah beberapa saat, ustaz tersebut kembali. Terlihat jelas wajahnya terpancar kekecewaan.
Dan harapan kembali supaya ditawarkan hal yang sama.
Setelah beliau dekat, tanpa basa-basi beliau langsung memanggil saya.
“Arief sini katanya” dengan cepat saya berlari ke arahnya,
“Ya ustaz ada apa ya”, saya pura-pura bertanya.
“Gini, apakah kamu mau mengantikan Andi untuk sekolah di Pndok?”.
Ya, Andi adalah nama teman saya yang menolak tawaran ustaz ini.
Dengan cepat saya jawab, “Ya saya mau asalkan tidak bayar”.
Dan beliaupun menjawab sambil tersenyum dan berkata,
“Ya kamu sekolahnya gratis tidak ada bayaran”.
Beliau juga menjelaskan, makan, minum dan pakaian sekolah serta buku tulis akan diberikan secara gratis, jika saya mau nanti sore saya akan diantarkan beliau ke pondok.
Sontak saja membuat saya terkejut campur bahagia karena doa dan harapan saya menjadi kenyataan.
Yang membuat saya terkejut, karena keberangkatan ke pondok yang begitu cepat dan belum ada persiapan.
Dan tidak mungkin untuk mengabari
bunda karena pada saat itu belum ada hanphone.
O … ya nama ustaz tersebut adalah ustaz Zamal, setelah ustaz Zamal memberi penjelasan saya diminta untuk mengabari kakak.
Dengan rasa syukur yang mendalam saya berlari meuju rumah kakak dan mengabari kabar baik ini.
Awalnya dia sempat ragu karena tidak ada persiapan, seperti kebanyakan orang jika mau mondok biasanya akan butuh biaya yang banyak.
Mulai dari pakaian, peralatan mandi, tidur, lemari dan sebagainya. Wajar saja kakak yang saya kabari terdiam karena beliau juga bukan keluarga yang berada, suaminya hanya seorang buruh bangunan.
Tapi untung saja ustaz Zamal datang dan menjelaskan semuanya.
Dan membawa beberapa pakaian bekas milik anaknya, setelah saya buka ada pakain seragam sekolah, sepatu dan beberapa potong pakaian untuk bermain dan shalat.
Walau agak kebesaran saya tetap bersyukur menerima
pemberiannya.
Setelah shalat asyar, sesuai waktu yang sudah disepakati saya diantarkan oleh Ustaz Zamal ke pondok menggunakan delman pada saat itu.
Kakak saya tidak ikut mengantarkan karena belum meminta izin ke suami dikarenakan belum pulang dari tempat kerjanya.
Dan saya tidak lupa menitip salam kepada kakak untuk menyampaikan permohonan maaf karena tidak bisa menemani bunda bekerja.
“Kak titip salam buat bunda nanti pas pulang ya, dan jangan lupa untuk mendoakan adik”.
Pintaku pada saat berpamitan.
Sesampai di pondok pesantren, saya diantarkan ketempat administrasi dan bertemu dengan pengurus pondok pesantren setelah semua berkas beres, usataz Zamal kemudian berpamitan untuk pulang.
“Baik-baik di sini ya”
katanya, dan sayapun mengucapkan terima kasih. Kemudian saya diantarkan oleh salah satu ustaz yang belum saya kenal namanya untuk menuju kamar.
Setelah saya ditempatkan di kamar yang sudah ditentukan dan menjelaskan semua aturan pondok beliau kembali ke kantor bagian administrasi.
Saya ditempatkan di kamar Abu Bakar, isinya sekitar 12 santri luas kamarnya seukuran ruang kelas, di tengah ada lemari berukuran besar berbentuk meja dan bagian sampinya memiliki pintu-pintu yang sering kami sebut LEJA (lemari meja), rangjang yang terbuat dari besi berjejer rapi di sudut ruangan, beberapa lemari juga berdiri tegak di samping ranjang santri. dan beberapa lukisan terpampang di dinding.
Warna cat tembok biru tua dikombinasi warna putih memberi kesan menenangkan jika memilih untuk tetap berada di kamar sekedar mengaji atau membaca buku. Pentilasi udaranya juga sangat baik karena jendela yang besar memberikan kebebesan udara segar untuk masuk.
Kondisi saya dengan santri lainnya memang berbeda saya lihat mereka banyak dari kalangan orang berada.
Namun saya tidak pernah minder dengan semua itu, karena ini adalah harapan dan doa saya selama ini untuk bisa sekolah, menurut sebagian santri aturan pondok pesantren ini sangat ketat dan banyak kegiatan sehingga tidak ada waktu untuk bermain.
Sehingga ada beberapa santri yang berhenti mondok karena tidak tahan dengan semua tata tertip pondok.
Semakin hari saya sudah terbiasa dengan kehidupan pondok, mulai dari bangun jam 3 untuk sholat tahajjud, kemudian dilanjutkan dengan mengaji atau belajar.
Dan selanjutnya sholat subuh secara berjamaah kemudian setelah itu kita belajar bersama dengan beberapa ustaz, yang dibagi berdasarkan tingkatan kelas santri untuk belajar kitab-kitab dan ilmu fiqih dan akhlaq.
Setelah pukul 6 kita mandi dan memakai seragam kemudian sarapan dan setelah itu kita melanjutkan belajar di sekolah formal.
Setelah pulang dari sekolah kita makan siang kita istirahat sebentar kemudian nanti bangun untuk melanjutkan shalat asyar. Setelah shalat magrib kita belajar nahwu dan syarof, atau di hari-hari tertentu kita diajarkan untuk pidato, tilawah dan sebagainya.
Dan semua kegiatan sudah terjadwal dan dilaksanakan secara rutin.
Sedangkan semua shalat dilaksanakan secara berjamaah kecuali shalat sunnah. Jadi semua santri harus mengikuti aturan pondok jika tidak akan mendapatkan sanksi seperti, digunduli, membersikan halaman pondok, sampai harus membayar denda. Sanksi yang diberikan sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan oleh santri. Santri boleh tidak ikut rutinitas pondok jika sakit atau mendapatkan jadwal piket menerima tamu di pintu gerbang.
Demikianlah kebiasaan semua santri yang ada di pondok tempat saya sekolah.
Dipondok inilah saya banyak belajar hal mulai dari kedisiplinan, persaudaraan, tanggung jawab dan tentunya yang paling penting adalah belajar ilmu agama untuk bekal di dunia dan di akhirat kelak.
Namun ada yang berbeda Kisah yang saya alami di pondok dan tidak sama dengan teman-teman atau santri yang lain.
Selama di pondok saya tidak pernah dikunjungi oleh bunda dan saudara-saudara saya. Saya hanya bisa bertemu dengan keluarga jika ada libur panjang dan itupun saya tidak pernah dijemput dan biasanya dari pondok saya pulang jalan kaki. Mungkin mereka bukanya tidak mau menemui saya atau tidak perduli.
Karena mungkin tidak enak untuk datang jika tidak ada oleh-oleh yang dibawa. Terkadang sebagai manusia biasa, terkadang ada rasa cemburu dengan santri lain melihat mereka dikunjungi oleh orang tuanya dan membawakan mereka makanan, pakaian atau uang belanja.
Sesekali ada orang kaya yang baik hati, mengundang santri anak yatim untuk menghandiri syukuran keluarga mereka dan kamipun terkadang diberikan uang jajan dan bisa makan enak.
Hal ini terkadang membuat kami terhibur dan senang mendapatan momen seperti ini. Namun ada cerita yang sangat memilukan yang sampai sekarang tidak lepas dari ingatan, dimana saya dipukul oleh salah ustaz yang memang terkenal sangar dan suka memukul santri jika dianggap salah. Kejadiannya pada saya itu musim layangan dan sering ada layang-layang putus dan jatuh ke pondok.
Kemudian saya mendapatkan satu. Kebetulan saya suka bermain layang-layang sejak sebelum masuk pondok, karena masih anak-anak jiwa ingin bermain masih ada. Kemudian saya putuskan untuk bermain bersama santri yang lainnya.
Menurut saya tidak ada salahnya jika saya bermain toh tidak ada kegiatan pondok yang saya tinggalkan karena ini adalah jadwal istirahat tidur siang.
Namun apesnya, kami dilihat bermain layangan oleh ustaz yang ganas tersebut, sebenarnya ustaz yang lain tidak mempermasalahkan.
Kemudian beliau berlari kearah kami dengan membawa sebilah bambo dan berteriak memanggil nama saya dengan keras.
“Makripuddin… jangan lari kamu!”.
Ternyata santri yang lain sudah berlari meninggalkan layang-layang mereka dan baru saya sadar jika saya sendirian.
Sebagai santri yang taat kepada guru akhirnya saya diam dan menunggu keputusan beliau.
Tidak disangka saya langsung dipukuli secara bertubi-tubi oleh ustaz tersebut. Saya hanya bisa pasrah dan menahan rasa sakit yang amat sangat sambil menangis.
Setelah puas memukul saya, ustaz tersebut berlalu begitu saja. Sambil berpesan.
“Jangan main-main lebih baik kamu belajar”.
Karena sakit yang begitu perih dipunggung, tanpa sadar saya sudah tergeletak di tanah.
Setelah sadar saya sudah berada di atas tempat tidur.
Ternyata saya pingsan untuk beberapa saat karena tidak kuat menahan rasa sakit.
Ya memang semua santri takut kepada beliau. Kemudian baju saya dibuka dan diberi obat, beberapa santri menangis melihat punggung saya yang penuh dengan luka. Dan ada diantara mereka yang menyayangkan kenapa saya tidak berlari.
“Kenapa kamu tidak lari?”,
saya hanya menjawab sambil menahan sakit dipunggung saya dengan lirih.
“Aduh … mungkin ini memang sudah takdir saya”.
Pada saat mandi rasa perihnya semakin menjadi-jadi, namun hal ini tidak membuat saya menyerah untuk menuntut ilmu.
Keesokan harinya setelah sholat subuh secara berjamah kita lanjutkan belajar ilmu fiqih bersama ustaz yang memukul saya ini.
Ya beliau adalah ustaz Misbah, seperti biasa setelah mengaji biasanya santri diminta untuk membersihkan kediaman beliau, maklum isteri beliau tinggal bersama-anaknya di rumah mereka sedangkan ustaz Misbah mengabdikan diri di pondok. dan seperti biasanya saya yang selalu ditunjuk oleh ustaz Misbah membersihkan kediaman beliau. Padahal kemarin saya sudah habis-habisan dipukul seperti tidak pernah terjadi apa-apa.
Beliau berkata kepada semua santri
“Kenapa saya pilih makripuddin, karena hanya dia yang paling bersih hasilnya”.
Jadi selama ini menurut beliau hanya saya yang paling bersih membersihkan kediaman beliau sedangkan santri yang lain terkadang asal-asalan.
Seperti biasanya saya dengan ikhlas membantu semua ustaz yang meminta tolong kepada saya, karena menurut ilmu yang diajarkan oleh semua ustaz.
Ilmu yang baik adalah ilmu yang barokah, ilmu yang barakah walau sedikit akan bermanfaat dan jika tidak barokah biar banyak tidak akan berguna.
Santri bisa mendapat ilmu yang barakah ketika gurunya juga ridho kepada muridnya. Sehingga saya tidak berani marah apalagi demdam kepada guru atau ustaz yang sudah memberikan ilmunya.
Dan setelah menyelesaikan tugas beres-beres seperti mencuci piring, menyapu kamar tidur, ruang tamu dan halaman, saya pamit untuk sekolah. Saya melihat beliau masih duduk di ruang tamu sambil membaca kitab.
“Ustaz semua sudah bersih, izin ke sekolah ustaz”,
beliau menganggukan kepala dan menyodorkan sebuah peci kepada saya.
“Ini kamu pakai ya”, sayapun mengambil pemberiannya dan mengucapkan terima kasih. Beliau juga berkata.
“Semoga kamu sukses ya nak dan jangan lupa rajin belajar”.
“nggih ustaz”.
Balasku kemudian segera undur diri karena takut terlambat ke sekolah.
Demikianlah kehidupan yang saya jalani sekolah di pondok pesantren dan hal yang paling saya ingat juga dari pesan ustaz-ustaz.
Jika kita berdoa pada saat sujud terahir dalam shalat insyaAllah doa kita mudah dikabulkan.
Dan sejak saat itu saya selalu berdoa pada saat sujut terahir meminta untuk bisa jadi Pegawai Negeri dan alhamduillah saya bisa menyelesaikan pendidikan S1 sesuatu yang mustahil untuk orang-orang seperti saya, tapi bagi Allah tidak ada yang mustahil.
Dan Allah SWT selalu memberi bantuannya dengan cara yang kita tidak sangka-sangka, sehingga dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas selalu berusaha maksimal dengan rajin membaca dan berdoa kepadaNya.
Setelah menyelesaikan S1 pendidikan sosiologi dua bulan setelahnya ikut tes CPNS dan Alhamdulillah lulus dengan nilai tertinggi dan sampai sekarang ilmu yang saya dapat di pondok tetap saya ajarkan kepada murid-murid yang saya ajarkan.